Senin, 01 November 2010

Reformasi Gereja

Istilah ‘Reformasi” mungkin bukan lagi istilah yang asing bagi kita zaman ini, terutama bagi kita yang tinggal di negeri ini. Terlebih lagi sejak masa jatuhnya presiden kedua di negara ini di tahun 1998. Jeritan dan teriakan akan perlunya perubahan (reformasi) khususnya reformasi politik dan pemerintahan waktu itu tidak pernah berhenti sampai pada titik peristiwa reformasi yang diinginkan itu akhirnya terjadi, dan segera disambut dengan syukur dan sorak-sorai kegembiraan. Selanjutnya istilah reformasi ini banyak dipakai hingga hari ini dan kadangkala istilah ini masih muncul di media cetak.
Banyak bidang atau sistem kerja yang perlu direformasi di negeri ini. Reformasi sangat diperlukan di bidang ekonomi, hukum, sosial, politik, perpajakan, ketenagakerjaan maupun di bidang lainnya yang tak dapat disebutkan satu per satu. Tuntutan reformasi yang dimaksud disini bukanlah reformasi yang hanya membawa pembaharuan terhadap sistem kerja melainkan membawa pembaharuan pula terhadap orang-orangnya (individu-individu yang berinteraksi di dalam suatu sistem kerja). Dengan demikian reformasi yang berlangsung merupakan reformasi yang “sepenuh hati” bukannya “setengah hati”. Selanjutnya bila reformasi itu diperlukan di bidang-bidang sekular dengan contoh yang telah disebutkan di atas, bagaimana dengan bidang lain yang dikatakan oleh banyak orang sebagai bidang rohani/sakral seperti gereja? Apakah diperlukan reformasi gereja juga ? Bila perlu, hal-hal apa sajakah yang harus direformasi?
Sebenarnya prinsip-prinsip reformasi yang ada, melalui gerakan reformasi yang terjadi di dalam sejarah dunia, adalah prinsip-prinsip yang lahir dari terjadinya peristiwa reformasi gereja. Reformasi gereja tercetus pertama kali di dalam suatu zaman, yaitu abad ke-16 yang terjadi di Eropa Barat.
Pada waktu itu tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1517, seorang yang bernama Martin Luther dengan penuh keberanian memasang 95 pernyataan mengenai iman kepercayaan Kristen di satu gerbang gereja di Wittenberg, Jerman. Inilah awal meletusnya reformasi gereja yang nantinya menjadi gerakan yang bersifat global. Apakah sebenarnya yang melatarbelakangi perlunya reformasi? Dan prinsip-prinsip apa yang penting dalam gerakan reformasi ini?
Reformasi ini terjadi akibat banyaknya ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik Roma pada saat itu. Ketidakpuasan ini terjadi di Bohemia, Inggris dan di tempat-tempat yang lain. Para pemimpin gereja pada masa itu hidup secara munafik dan bertentangan dengan Kitab Suci. Rakyat menyaksikan kerusakan moral gereja yang bahkan melebihi kerusakan moral dalam kalangan orang biasa. Tetapi rakyat tidak berhak mengkritik karena adanya anggapan bahwa para pemimpin adalah wakil Tuhan dan rakyat harus mentaati mereka. Keadaan ini membuat orang-orang mulai meninggalkan gereja, namun mereka tetap terikat oleh gereja sebab adanya pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya terdapat di dalam gereja dan di luar gereja pasti binasa.
Pada masa itu, para pemimpin gereja juga sedang membangun gedung gereja yang terbesar di dunia, yaitu Basilea Santo Petrus di Vatikan (bangunan gereja ini masih berdiri dengan megah hingga hari ini dan menjadi salah satu obyek wisata ternama di Vatikan). Dalam pembangunan gedung gereja ini, ternyata pihak gereja mengalami kekurangan dana, sehingga mulai menjual surat pengampunan dosa untuk menutupi kekurangan dana tersebut. Pejabat gereja berusaha menyadarkan jemaatnya akan banyaknya dosa mereka agar dengan demikian, jemaat tersebut membeli surat pengampunan dosa dengan lebih banyak.
Keadaan inilah yang membuat Martin Luther tidak dapat menunggu lagi untuk melawan kerusakan gereja yang telah melawan Kitab Suci. Martin Luther telah melihat apa yang menjadi dasar dari kerusakan itu, yaitu doktrin yang tidak sesuai dengan Alkitab. Doktrin yang tidak sesuai dengan Alkitab, tidak mempunyai otoritas yang sejati. Tanpa otoritas yang sejati, manusia kehilangan kriteria yang mutlak. Tanpa kriteria yang mutlak, manusia kehilangan jalur yang tepat untuk taat. Dan tanpa jalur yang tepat untuk taat, manusia akan memiliki kebebasan yang palsu.
Pokok utama dari gerakan Reformasi Gereja yang diperjuangkan Martin Luther adalah suatu gerakan yang hendak mengembalikan kekristenan kepada otoritas Alkitab, dengan iman kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Wahyu Allah.
Reformasi pertama-tama terjadi di Jerman dengan Martin Luther sebagai pelopornya. Setelah itu, Zwingli memimpin reformasi di Swiss. Dan kemudian Johanes Calvin mempelopori reformasi di Perancis dan juga Jenewa, Swiss. Reformasi juga terjadi di tempat lain seperti di Inggris maupun Skotlandia.
Sekalipun menentang ajaran Gereja Katolik Roma, baik Martin Luther, Zwingli, maupun Calvin sebenarnya tidak bermaksud untuk mendirikan gereja yang baru, mengajarkan doktrin-doktrin baru, ataupun memisahkan sebagian orang untuk memihak mereka, melainkan mereka benar-benar terdorong oleh suatu keadaan yang menyedihkan yaitu penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di dalam gereja terhadap Alkitab dan doktrin-doktrin yang diajarkan dari zaman ke zaman.
Pengembalian doktrin yang dilakukan oleh para reformator seperti Luther dan Calvin dapat disarikan ke dalam tiga prinsip penting diantara beberapa prinsip penting lainnya, yaitu sebagai berikut :
Sola Gratia. Sola Gratia itu artinya hanya oleh anugerah (istilah ini dan istilah selanjutnya menggunakan bahasa Latin yang menjadi bahasa internasional pada abad dimana Luther hidup). Menegakkan kembali prinsip bahwa manusia diselamatkan hanya berdasarkan anugerah Allah tanpa sedikit pun jasa manusia. Prinsip ini menolak pandangan mengenai adanya kerjasama antara manusia dan Allah dalam karya keselamatan. Anugerah merupakan pemberian Allah secara cuma-cuma. Bagi Martin Luther, anugerah hanya boleh didefinisikan dan menjadi jelas dalam satu kalimat, yaitu pengampunan dosa. Apabila anugerah adalah pengampunan dosa dan anugerah adalah cuma-cuma, maka jelaslah bahwa jual beli surat pengampunan dosa adalah salah dan tidak seharusnya.
Sola Fide. Fide dalam bahasa Latin berarti iman. Sola Fide berarti hanya berdasarkan iman kepercayaan saja manusia dapat datang kepada Tuhan. Tidak ada cara memperkenan hati Tuhan, kecuali melalui iman. Konsep iman dalam pemikiran Martin Luther adalah penerimaan-atas-penerimaan yaitu bahwa saya menerima suatu fakta bahwa Tuhan menerima saya. Saya yang begitu rusak dan Tuhan terima. Tuhan kini bertanya: ”Sekarang maukah kamu percaya?” Jawab saya: ”Saya menerima fakta yang tidak mungkin, tetapi sudah terjadi, maka saya bersyukur dan menerima.” Itulah iman.
Sola Scriptura. Sola Scriptura itu artinya hanya percaya kepada Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Penegasan akan Sola Scriptura mengakibatkan para reformator hanya menerima 66 kitab sebagaimana terjemahan aslinya, yaitu 39 kitab PL dan 27 kitab PB dan menyingkirkan kitab-kitab di luar itu. Kitab yang disingkirkan adalah kitab Apokrifa (Deuterokanonika) yang diterima oleh gereja Katolik Roma sebagai bagian dari Alkitab (dalam Alkitab yang digunakan gereja Katolik, menempatkan kitab Apokrifa ini setelah kitab Maleakhi sampai sebelum kitab Injil Matius). Sola Scriptura juga berarti tidak ada filsafat atau hasil pemikiran manusia lainnya yang lebih tinggi dari Alkitab.
Bagi Luther, Alkitab identik dengan Firman Allah karena Alkitab diberikan melalui para rasul dan para nabi yang digerakkan dan diilhami langsung oleh Roh Kudus. Sedangkan, Calvin menerapkannya lebih mendalam bahwa selain Alkitab diwahyukan oleh Roh Kudus, Alkitab juga harus dimengerti melalui iluminasi Roh Kudus agar kita dapat menafsirkannya dengan benar. Bagi para reformator, penelaah Alkitab yang resmi dan paling berotoritas adalah Roh Kudus, karena hanya Roh Kudus lah yang berhak menjelaskan setiap perkataan yang diinspirasikan-Nya.
Itulah sebabnya tidak ada hak bagi Paus untuk memonopoli Alkitab, sebaliknya setiap orang percaya beroleh kebebasan untuk taat pada pimpinan Tuhan di dalam mengerti Alkitab. Pandangan ini memberikan suatu gerakan yang besar, karena sebelumnya Alkitab hanya berada di dalam gereja, dan hanya mereka yang telah ditahbiskan oleh Paus yang boleh menafsirkan Alkitab. Para reformator tidak mengatakan bahwa setiap orang boleh menafsirkan Alkitab dengan sembarangan, melainkan Roh Kudus akan memberikan cahaya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar.
Sikap para reformator yang mementingkan Alkitab mengakibatkan peninjauan kembali semua doktrin-doktrin yang pernah ditumpukan dalam sejarah kekristenan. Beberapa doktrin tersebut antara lain ajaran mengenai suatu keadaan antara sesudah kematian dan sebelum kebangkitan orang mati, ajaran mengenai Maria, demikian pula ajaran mengenai kedudukan Paus sebagai wakil Kristus di dunia ini dikoreksi oleh para reformator. Doktrin Allah Tritunggal dan Kristologi dipulihkan kembali. Untuk hal ini, para reformator menetapkan beberapa pengakuan iman yang dengan mutlak harus diterima, seperti Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea dan Athanasius.
Sekarang pada zaman ini, dari ketiga prinsip penting diatas, kita bisa menjadikannya sebagai dasar bagi prinsip pelayanan yang benar dan seharusnya berdasarkan prinsip kebenaran Alkitab. Setiap kita yang melayani di gereja (termasuk pelayanan di luar gereja seperti lembaga-lembaga Kristen sebagai mitra gereja) seharusnya memiliki kerelaan dan semangat yang terus menerus untuk mau dikoreksi agar melayani dengan makin lama makin benar dan setia bukan sekedar makin baik saja. Baik itu relatif tetapi benar itu satu hal yang mendasar dan mutlak karena pelayanan yang kita kerjakan merupakan pelayanan yang berdasarkan/berlandaskan prinsip Alkitab. Itulah sifat pelayanan yang mengalami reformasi. Dua hal yang perlu dicatat dan diingat, yaitu di waktu kita berkesempatan untuk melayani, melayani itu merupakan suatu anugerah dan oleh karena anugerah Allah juga maka kita dimampukan untuk mengerjakan pelayanan dengan benar, tekun, setia, bertanggung jawab, dan bukan untuk keuntungan pribadi melainkan untuk Tuhan dan kemuliaan-Nya. Terakhir, dengan iman yang diberikan oleh Allah melalui karya penebusan Kristus dan iman yang hanya ditopang oleh pemeliharaan Allah, kita boleh mengerjakan pelayanan yang diperkenan dan dikehendaki oleh Allah, dengan garis-garis batas dan panduan yang jelas dan penuh hikmat melalui kebenaran Alkitab. Hanya Alkitab.
Semangat reformasi itu tidak berhenti hanya pada zaman Luther dan Calvin namun semangat itu terus menerobos ke sepanjang zaman hingga hari ini lalu pertanyaannya, adakah semangat reformasi itu terus hidup dan menggelorakan kehidupan dan pelayanan kita di dunia yang sementara ini ?
*Selvia & Dedy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar