Minggu, 17 Juli 2011

Orang Kristen tidak boleh kaya?

Menjadi orang kaya secara materi sering dikonotasikan sebagai pembenaran perilaku korup, materilis dan mengejar kefanaan. Iman Kristen sering disalah-mengerti sebagai agama yang anti orang kaya dan lebih mendukung orang-orang yang hidup miskin. 
"Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”. (Lukas 16 : 13)
Perintah Tuhan Yesus tersebut sekilas menyatakan bahwa kita tidak dapat mengabdi kepada Allah ketika kita mencari secara sungguh-sungguh nafkah dalam kehidupan ini. Atas dasar pemikiran tersebut lahirlah suatu anggapan bahwa orang Kristen yang saleh adalah mereka yang sangat dekat dengan altar: hanya berdoa, membaca firman Tuhan dan memuji namaNya, sehingga  mereka tidak memiliki waktu untuk bekerja mencari nafkah. 
Bila benar bahwa orang yang berkenan di hadapan Allah adalah mereka rajin berdoa dan memuji nama Tuhan, maka dapat dimengerti apabila dalam perumpamaan Tuhan Yesus di Lukas 16:19-31 Allah kemudian lebih membenarkan sikap Lazarus yang hidup miskin, menderita, tidak bermartabat dan menghukum orang kaya tersebut karena alasan memiliki banyak kekayaan. 

Benarkah orang kristen tidak boleh kaya?

Study Lukas 16:19-31 


Gagasan iman kristen dan kekayaan sama sekali tidak menjelaskan bahwa orang kristen tidak boleh kaya namun iman kristen itu berkorelasi nyata dengan kehidupan untuk saling berbagi kepedulian dengan sesama. Betapa pentingnya peran kekayaan untuk kesejahteraan, pemuliaan martabat dan kesaksian hidup yg berhasil didalam Allah.


Apa relevansi iman kristen dengan kekayaan ? 

I. Allah menentang iman tanpa kepedulian terhadap sesama (ayat.19)

Kontradiksi gaya hidup seorang kaya yang ditandai oleh suasana pesta pora dan kemewahan setiap hari dengan penderitaan pengemis miskin yg mengais makanan dipintu gerbang rumah orang kaya hendak menjelaskan isi hati Allah yg menentang sikap egoisme manusia.
Bagaimana mungkin iman kristen dapat berpesta pora dalam kemewahan, sementara di pintu gerbang rumahnya duduk seorang pengemis yang sangat miskin sedang menderita kelaparan bernama Lazarus. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh luka-luka. sehingga borok-boroknya dapat dijilati oleh anjing setiap saat; padahal anjing dalam tradisi iman Israel dipandang sebagai binatang najis. 
Sangat tidak adil pemandangan antara pesta pora didalam dan kelaparan didepan pintu rumah. Lazarus hanya makan dari sisa-sisa roti yang dibuang di lantai. 
Dalam acara pesta di Israel pada zaman itu, tuan rumah sengaja menyediakan roti kering untuk dipakai sebagai alat pembersih tangan bagi para tamunya yang biasanya dipenuhi lemak makanan sehingga remah-remah roti tersebut berceceran di lantai. Setelah acara pesta selesai, remah-remah roti tersebut disapu untuk dibuang ke luar. Jadi remah-remah roti itulah yang dimakan oleh Lazarus. 
Tampaknya Lazarus telah lama tinggal di pintu gerbang, tetapi selama dia tinggal di situ hanya remah-remah roti pembersih tangan para tamu itulah yang dapat dia makan. Orang kaya tersebut tidak pernah peduli dengan penderitaan dan kemiskinannya. 
Mungkin orang kaya itu berpikir bahwa Allah telah menentukan Lazarus tetap miskin. Sebab bukankah Allah yang menentukan seseorang untuk menjadi kaya atau miskin, sehat atau sakit, hidup ataupun mati? Apabila Allah yang menentukan Lazarus tetap miskin, maka orang kaya tersebut berpikir bahwa dia sudah cukup “saleh” dan beramal banyak dengan membiarkan Lazarus tetap tinggal di pintu gerbang rumahnya serta dapat memperoleh makanan secara gratis dari remah-remah roti yang dibuangnya.  
Pesan utama dari kisah perumpamaan Tuhan Yesus tersebut sebenarnya bukan menyalahkan seseorang sukses dan menjadi kaya. Tetapi sikap dalam mengelola kekayaannya dan bagaimana pula seseorang memperlakukan sesamanya yang sedang menderita. 
II. Allah menentang Kemurahan Hati Yang Dangkal



Ternyata orang kaya dalam perumpamaan tersebut menyikapi kekayaannya begitu intensif dengan berfoya-foya. Itu sebabnya dia mengisi hidupnya tiada hari tanpa pesta yang serba mewah. Dia begitu lekat dengan kekayaan dan kemewahan. Secara konsisten dia telah mempratekkan untuk mengabdi kepada Mamon.  Mata batin orang kaya tersebut menjadi buta dalam merespon secara manusiawi keadaan Lazarus yang selama ini duduk di pintu gerbang rumahnya. Mungkin ada orang yang berpendapat, yaitu: “Bukankah orang kaya tersebut cukup bermurah hati dengan membiarkan Lazarus duduk di pintu gerbangnya?” Sikap orang kaya yang membiarkan Lazarus duduk di pintu gerbang rumahnya bisa terjadi bukan karena orang kaya tersebut cukup bermurah hati. Sebab keadaan Lazarus yang hidup begitu miskin di pintu gerbang rumahnya, justru secara kontras dapat membuat rumah orang kaya tersebut tampak menjadi lebih mewah. Bukankah sikap orang kaya tersebut juga seperti kecenderungan beberapa orang yang secara sengaja memasang patung pemotong rumput yang sedang berjongkok membersihkan taman sebagai suatu hiasan belaka? Dengan kata lain, kemiskinan sesama juga dapat dipakai oleh beberapa orang sebagai suatu hiasan untuk memperindah rumah atau properti yang dimiliknya.
Dalam konteks tersebut kita sering beranggapan bahwa Allah telah menentukan seseorang menjadi kaya atau miskin. Untuk membenarkan situasi kita sering melegitimasi pengajaran tentang “takdir Allah” seakan-akan Allah menentukan seseorang untuk kaya dan menentukan pula seseorang untuk hidup dalam kemiskinan. Jadi kalau dia miskin, bukan tanggungjawab kita untuk menolongnya. Bahkan kita merasa telah berbuat baik kepada orang miskin di dekat kita dengan memberikan beberapa potong roti dan tidak pernah mengganggu atau mengusirnya. Ketika kita lekat dengan harta milik atau kekayaan, maka batin dan hati kita menjadi buta untuk memperlakukan sesama secara lebih manusiawi. Dalam hal ini kita merasa pemberian yang sifatnya karitatif sebagai bukti kepedulian dan kasih kita kepada sesama yang miskin dan sedang menderita.  Akibatnya kita tidak pernah berupaya untuk memberdayakan sesama yang sedang menderita dan malang agar mereka juga dapat hidup secara pantas dan manusiawi. Sesama yang malang dan tidak berdaya justru dijadikan korban untuk diperdaya dan dieksploitasi. 
III. Allah menentang mereka yg tahu tetapi tidak mau melakukan kebenaran


Mungkin perumpamaan Tuhan Yesus tersebut dianggap terlalu berat untuk dilaksanakan dan terlalu ideal bagi orang Kristen untuk memenuhinya. Tetapi sebenarnya perumpamaan Tuhan Yesus di Luk. 16:19-31 bukan suatu ajaran yang jauh dari kemampuan dan realita hidup. Orang kaya dalam perumpamaan Tuhan Yesus itu hidup dalam kemewahan yang mengagumkan, tetapi dia sama sekali tidak peduli  untuk menolong seorang yang miskin dan sakit-sakitan bernama Lazarus. Orang kaya tersebut tidak menghadapi orang miskin dalam jumlah yang sangat besar. Jadi sebenarnya orang kaya tersebut mampu menolong Lazarus untuk menjadi salah seorang pegawai atau pelayannya sehingga Lazarus dapat memperoleh kehidupan yang layak. Tetapi apa yang sebenarnya dia mampu lakukan, tidak dilakukan oleh orang kaya tersebut. Orang kaya tersebut mencintai uangnya lebih dari apapun juga. Sebagai seorang Yahudi dia beriman kepada Allah dan firmanNya; tetapi hatinya telah kawin dengan harta yang dimilikinya. Allah tidak dipermuliakan melalui harta dan kekayaan yang dimilikinya.
                Jadi secara lahiriah orang kaya tersebut adalah seorang yang beragama dan ber-Tuhan, tetapi secara batiniah dia mengabdi kepada Mamon dengan sepenuh hati. Sangatlah tepat ucapan Tuhan Yesus, yaitu: “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Luk. 16:13). Dalam praktek hidup orang kaya tersebut, dia sebenarnya tidak pernah peduli dengan Allah karena hatinya secara total telah condong kepada Mamon. Itu sebabnya dia mencintai kekayaan, uang dan harta miliknya lebih dari segalanya, sehingga dia enggan untuk menolong Lazarus dari penderitaan dan kemiskinannya. Dalam konteks ini suatu tindakan disebut dosa apabila kita sebenarnya mampu melakukan apa yang baik dan benar bagi sesama yang sedang menderita, tetapi ternyata kita lebih memilih untuk mengabaikan dan tidak melakukan apapun sehingga sesama kita tersebut akhirnya mati secara mengenaskan. Sementara beberapa orang mencari kekayaan secara cepat melalui keterlibatan dengan sindikat penjualan obat-obat terlarang atau mereka secara sengaja terlibat dalam perampokan dan pencurian.

                  Ambisi seseorang yang  ingin menjadi kaya secara mendadak, umumnya mereka akan terjatuh dalam berbagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan. Jadi hasilnya sungguh mengerikan, sebab kehidupan dan masa depan mereka hancur. Rasul Paulus berkata: “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah 
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka” (I Tim. 6:10). Kehausan untuk memburu kekayaan bagaikan seorang yang sedang terdampar kehausan di tengah laut, sehingga dia nekat untuk minum air laut. Akibatnya rasa haus yang luar biasa menyerang dia, dan makin menjadi-jadi rasa hausnya, sehingga akhirnya dia mati dengan keadaan yang sangat menderita. Walaupun kita perlu menyadari bahwa uang atau kekayaan pada dirinya bersifat netral. Uang dan kekayaan bukanlah jahat atau buruk. Tetapi saat uang dan kekayaan dijadikan tujuan hidup, maka manusia akan menghalalkan segala macam cara untuk memperolehnya. Tepatnya sikap serakah terhadap uang dan kekayaan menyebabkan manusia menyembah Mamon. 

Allah tidak pernah melarang orang kristen menjadi KAYA:

Iman Kristen pada prinsipnya tidak pernah melarang umat untuk menjadi kaya; dan juga tidak pernah menganjurkan umat untuk hidup miskin. Tetapi yang diingatkan  terus-menerus adalah bahaya dari sikap keserakahan untuk memperoleh kekayaan. Sikap serakah bukan sekedar sikap yang ingin memperoleh banyak seperti uang dan harta 
benda, tetapi sesungguhnya sikap serakah merupakan suatu hawa nafsu yang liar dan tidak pernah terpuaskan sehingga orientasi hidup dialihkan secara total kepada keinginan yang duniawi. Sikap seseorang yang serakah dalam kekayaan berarti mereka secara sengaja dan sadar untuk menjadikan Mamon sebagai penentu hidupnya. Itu sebabnya mereka tidak pernah berpikir untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah, tidak mau peduli atau mengabaikan sesama yang miskin dan menderita, menutup pintu hati mereka terhadap kemurahan dan belas-kasihan, lebih cenderung menjadikan sesama hanya sebagai obyek untuk dimanipulasi atau dieksploitasi, menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh kekayaan, dan hidup yang memuaskan hawa-nafsu duniawi.
Dalam sikap serakah terhadap kekayaaan sebenarnya kita telah menyembah dan mengabdi kepada illah “harta milik”. Seperti sikap Israel yang pernah menyembah kepada Baal dan illah lain, maka dengan sikap serakah sebenarnya kita juga telah menyembah berhala kepada dewa kekayaan, sehingga mata batin dan iman kita menjadi buta. Akibatnya kehidupan kita berada di bawah hukuman Allah. Kita kehilangan damai-sejahtera Allah dalam kehidupan kita. Sebab kehidupan kita dipenuhi oleh berbagai macam konflik dengan sesama, sikap antipati dan kebencian orang-orang di sekitar  terhadap diri kita, perasaan hampa walau memiliki banyak hal dan hidup kita juga dipenuhi oleh berbagai macam perasaan gelisah serta ketakutan. Penyebabnya karena hati kita telah dirampas dan menjadi milik sang Mamon, sehingga kita tidak memiliki ruang bagi karya Allah yang menyelamatkan. Kita menempatkan diri kita sebagai hamba-hamba Mamon. Itu sebabnya kita tidak mampu memperlakukan sesama sebagai gambar dan citra Allah. waspadalah.....waspadalah.....!

1 komentar:

  1. thank nice infonya sangat bermanfaat, silahkan kunjungi balik website kami http://bit.ly/2CIfVyR

    BalasHapus