Minggu, 18 Desember 2011

SUKACITA MURNI dan ABADI

Karakteristik Natal adalah momentun perayaan, suasana meriah dan ekspresi sukacita seolah jauh dari kesedihan dengan berbagai persoalan.  Ornamen natal dihadirkan didalam gereja tampil gemerlap bahkan memukau seolah sudah men-sugesti kita telah merayakan natal ditempat yg benar. wooooow lalu suasana natal berkumandang menyirnakan sejuta rasa duka dan beban persolan yang harus dipikul,.... itulah sukacita natal.

Benarkah perayaan Natal yang penuh dengan sukacita merupakan peristiwa faktual yang menyenangkan pada natal yg pertama?

Atas perintah kaisar Agustus, Maria dan Yusuf harus pergi sementara waktu dari kota Nazaret ke Betlehem untuk melaksanakan pendaftaran sensus penduduk. 

Jarak tempuh dari Nazaret ke Betlehem sekitar 150-170 km, tanpa menggunakan alat transportasi modern pastilah perjalanan Yusuf dan Maria bukanlah suatu perjalanan yang menyenangkan.
Selain perjalanan tersebut sangat jauh dengan cara berjalan kaki atau naik keledai, Maria dalam sedang hamil tua. Kesulitan dan penderitaan dalam perjalanan   dari Nazaret ke Betlehem yang dialami oleh Maria terjadi sebagai konsekuensi respon Maria yang bersedia untuk mengandung dari Roh Kudus (Luk. 1:38). Seandainya Maria menolak panggilan dari malaikat Gabriel untuk mengandung dari Roh Kudus, Maria tidak akan mengalami penderitaan yang seberat ini. Mungkin dia tetap akan berangkat ke Betlehem tetapi bukan dalam keadaan hamil. Seandainya dia menolak perkataan malaikat Gabriel, Maria juga tidak perlu menanggung risiko berupa sanksi sosial dan keagamaan  dengan kehamilannya yang di luar kewajaran

Sukacita diukur dari perubahan keadaan

Makna sukacita sering dipahami sebagai perjalanan yg melewati zona nyaman tanpa penghalang, berjalan bertabur mawar disepanjang jalan.  Konklusi yg kita buat sudah merumuskan bahwa sukacita adalah ritme kehidupan ini selalu berjalan serba datar, menjauh dari tantangan, dan mulus tanpa masalah.  Sesungguhnya banyak alasan bagi Maria dan Yusuf menolak panggilan Allah demi rasa aman mereka, maka karya keselamatan Allah dalam inkarnasi Kristus juga tidak akan terwujud. Dunia dan umat  manusia tidak akan pernah mengalami kehadiran Allah dalam sejarah kehidupan mereka. Umat manusia sepanjang zaman tidak akan dapat mengalami sukacita sorgawi dengan datangnya sang Raja Kehidupan. Justru melalui kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh Maria dan Yusuf maka terbukalah wilayah yang luas tanpa batas anugerah keselamatan dari Allah bagi umat manusia.  Sehingga melalui kerelaan dan sikap iman yang diperlihatkan oleh Maria telah mewujudkan perkataan nabi Yesaya: “Sebab inilah yang telah diperdengarkan TUHAN sampai ke ujung bumi! Katakanlah kepada puteri Sion: Sesungguhnya, keselamatanmu datang”  (Yes. 62:11). Sukacita Natal dapat kita  alami secara penuh karena keselamatan dari Allah telah datang!

Mengukur sukacita dari keberhasilan memiliki

Makna sukacita dalam kehidupan sehari-hari seringkali dilepaskan dari keselamatan Allah. Sukacita dalam kehidupan sehari-hari justru seringkali dikaitkan dengan keberhasilan untuk memiliki. Semakin banyak kita memiliki, maka semakin banyak pula kita bersukacita. Tetapi semakin banyak yang kita miliki hilang, maka hilang pula sukacita yang kita miliki. Ketika  nilai saham yang kita miliki merosot jatuh, maka hilanglah segala sukacita yang pernah kita miliki. Ketika investasi atau harta kekayaan yang kita miliki disita, maka hancurlah segala kebanggaan dan kebahagiaan hidup kita. 

Dengan demikian makna sukacita dan kebahagiaan yang kita miliki berubah-ubah seiring dengan apa yang kita dapatkan dan apa yang tidak kita dapatkan. Justru peristiwa Natal hendak menegaskan bahwa nilai sukacita bukanlah ditentukan oleh seberapa banyak yang kita miliki, tetapi ditentukan oleh seberapa besar kita menyambut keselamatan Allah yang telah datang. 

Peristiwa Natal justru merupakan momen yang penuh makna saat kita mampu melepaskan segala hal yang kita milliki agar terbukalah ruang hati yang luas untuk menyambut  peristiwa inkarnasi firman Allah menjadi manusia. Saat hati kita penuh sesak dengan berbagai barang atau milik secara dunia,  maka kita tidak dapat menyambut sukacita dan kebahagiaan Natal.

Mengusahakan sukacita dengan kekuatan diri
              
Martin Seligman (salah satu pendiri dari psikologi positif )dalam bukunya yang berjudul “Authentic Happiness” (Kebahagiaan yang otentik), , menyatakan bahwa kebahagiaan terdiri dari “emosi-emosi positif” (positive emotions) dan “aktivitas-aktivitas positif” (positive activities) yang terentang dari masa lampau, kini dan masa mendatang. Sehingga manakala masa lampau dan masa kini kita penuh dengan kepuasan, rasa bangga dan ketenteraman; serta sikap kita memandang masa depan dengan sikap yang optimistik, berpengharapan dan keyakinan maka niscayalah kita akan berbahagia. Efek dari kebahagiaan yang demikian akan membebaskan diri kita dari penghalang-penghalang emosi, sehingga kita dapat lebih mampu menikmati pekerjaan dan aktifvitas-aktivitas yang lebih kreatif. Dengan cara hidup yang demikian, kita akan dapat mengalami makna hidup yang lebih penuh sebab kita mengarahkan tujuan hidup yang lebih besar dari pada tujuan-tujuan jangka pendek. 

Pemikiran Martin Seligman tersebut pada satu sisi boleh dianggap benar untuk  menemukan makna sukacita  Tetapi pandangan ini jelas menempatkan makna sukacita sebagai hasil upaya manusia untuk mengelola emosi-emosi secara positif agar dapat menghasilkan aktivitas yang positif. Mereka memandang kebahagiaan sebagai hasil dan upaya manusiawi. 

Tetapi tidaklah demikian dengan berita Natal. Kebahagiaan dan sukacita pada hakikatnya merupakan anugerah keselamatan dari Allah. Di Tit. 3:4-6, menyatakan: “Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita”.  

Justru di saat kita gagal untuk berpikir positif dan hidup yang tidak tenteram serta penuh penderitaan, di situlah berita sukacita natal digemakan, disaat kita tidak berpengharapan dan lelah dengan berbagai persolan hidup , Allah memperkenankan sukacita menjadi milik semua bangsa. Saat hidup kita terpuruk dan tidak berharga, kita memperoleh pengharapan baru bahwa sukacita yg abadi sudah ada ditengah kita. Sukacita yg boleh dimiliki mulai dari para rakyat jelata, penggembala domba hingga para raja, diberikan anugerah yg sama untuk menikmatinya.
Itulah SUKACITA NATAL yg hendak mengembalikan ketidakberdayaan kita dalam menikmati persekutuan yg permanen bersama dengan Allah, ditengah gelora persoalan dunia yg tidak pernah berhenti. Sukacita yg murni dan abadi didalam persekutuan bersama TUHAN YESUS dapat menjadi bagian selama lamanya, amin

Joy of Xmast 2011
by Haris subagiyo

Rabu, 07 Desember 2011

Sekuntum Mawar ditengah Belukar


Membongkar Rahasia pekerjaan Allah dalam memilih Maria sebagai wanita diantara jutaan wanita lainnya untuk menjadi media kelahiran Juru Selamat dunia
Maria menjadi pribadi  istimewa, mulia dan sangat berbahagia yg tak pernah terlupakan sejak Natal yg perdana.



Kualifikasi apakah yg menarik hati Allah sehingga harus menjatuhkan pilihannya kepada Maria. bukankah Maria berasal dari Nasaret, desa yg tertinggal dengan kondisi sosial yg tidak terdidik bahkan dianggap tidak kurang bermoral, sehingga cemooh wajar sering terlontar: " adakah sesuatu yg baik dari Nasaret"  Ya....memang tidak dapat dibantah bahwa Maria memang bukan berasal dari kalangan bangsawan, orang yg tidak memiliki reputasi sosial bahkan tidak terpelajar. Namun Allah memandangnya bagaikan sekuntum mawar ditengah belukar, Allah mempertaruhkan reputasiNya dalam pribadi sederhana dan serba terbatas.


Bagaimana pertimbangan Allah mempercayakan pekerjaan sangat besar kepada Maria?

Maria Dipersiapkan Menggenapi Janji Allah
 
Pilihan Allah atas Maria bukan suatu pilihan acak atau tidak berdasar. Pilihan Allah yg dijatuhkan pada Maria pastilah pilihan terencana dan tepat. Walaupun dalam perspektif manusia tampak jauh dari ideal. Diluar kompetensi dan kapasitas diri Maria, dasar pilihan Allah terhadap Maria adalah untuk menggenapi janjiNya kepada Daud. Sebab kepada raja Daud, Allah berjanji akan mengokohkan takhtanya melalui keturunannya (II Sam. 7:12)

Beberapa orang  bertanya, di manakah dasar theologis yg menjelaskan bahwa Maria berasal dari keturunan Daud? karena secara eksplisit Injil Matius dan Injil Lukas tidak pernah menyebut Maria sebagai keturunan Daud. Hanya Yusuf yg diberi catatan secara lengkap dalam daftar keturunan Daud. Faktanya sangat jelas bahwa Yusuf bukanlah ayah biologis dari Yesus. Yusuf adalah ayah angkat atau ayah yang bertindak sebagai pengasuh bagi Yesus. 

Perkara ini dapat dipahami bahwa Injil Matius dan Lukas ditulis dalam konteks masyarakat Patriakhal, di mana nama wanita sebagai seorang isteri tidak pernah disebut. Sebab menurut tradisi Yahudi, jika garis keturunan dibuat melalui istri, maka bukan nama wanita itu yang disebut dalam daftar silsilah, melainkan nama suaminya. 
a. Yusuf adalah keturunan Daud melalui Salomo. 
b. Maria berasal dari keluarga Lewi, tetapi dia juga adalah keturunan Daud melalui Natan. Dengan demikian Yesus yang dilahirkan oleh Maria secara hukum dan biologis berasal dari keturunan raja Daud. 

Lukas 1:32-33 malaikat Tuhan berkata kepada Maria: “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."   Pernyataan malaikat Tuhan tersebut juga merupakan acuan yang sangat mendasar untuk menegaskan bahwa Yesus adalah keturunan raja Daud. Ini berarti melalui Maria, Allah telah menggenapi janjiNya untuk menegakkan “takha” kerajaan Daud.  


Tidak semua orang  tampil secara istimewa dengan goresan tinta emas yg dicatat oleh Alkitab namun  peristiwa natal, menegaskan kembali bahwa kehadiran Kristus hendak mengembalikan NILAI DIRI manusia yg segambar dengan Allah. Manusia dengan segala persolaannya: yg dianggap tidak berguna, gagal, terbuang dalam penderitaan dan tidak bermasa depan. Namun kita semua diberi NILAI yg sangat mahal dimata Tuhan, terbukti dengan kerelaan Allah untuk menjadi manusia untuk kebaikan kita, wooooow ini adalah perbuatan yg sangat mengagumkan.

Allah masih melihat potensi besar dan harapan baru didalam diri kita , walaupun tertutupi semak belukar, sekuntum mawar yg tengah merekah tak luput dari pandangannya.

Maria Berjuang Mentaati Kehedak Allah
 
Maria adalah satu-satunya wanita yang terpilih dan mendapat kasih-karunia Allah yang sangat istimewa untuk melahirkan sang Messias. Tetapi pada sisi lain, kasih-karunia dan berkat Allah yang istimewa tersebut mempertaruhkan masa depan bahkan pengorbanan nyawa . Ini adalah pilihan yg sangat sulit karena harus berani menyingkirkan kebutuhan, cita-cita, harapan dan semua kepentingan diri. 


Maria bersedia taat dengan cara memberi seluruh hidupnya


Situasi pilihan Maria yg bersedia dipakai TUHAN membawa dampak yg membahayakan Karena sudah ada aturan hukum yg harus ditegakkan. 


Siapakah yang tahu bahwa waktu itu Maria mengandung dari Roh Kudus. Masyarakat hanya tahu bahwa Maria saat itu belum menikah, level statusnya sedang bertunangan, sehingga peristiwa kehamilan Maria akan menjadi suatu persoalan besar. Di Ul. 22:23-24, hukum Taurat menyatakan: “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan, jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota daenan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.   Inti dari hukum Taurat  ini hakikatnya adalah untuk memelihara kekudusan perkawinan, sehingga segala sesuatu yang cemar haruslah dihapuskan. Termasuk pula wanita yang masih gadis, atau wanita yang telah bertunangan dan wanita yang telah bersuami – semuanya harus hidup kudus sebagai umat perjanjian Allah. Dengan demikian, Maria yang mau menyambut kabar  dari malaikat Tuhan sebenarnya berada dalam situasi yang sangat berbahaya bagi keselamatan dirinya. Masyarakat yang tinggal di Nazaret dapat menghukum Maria dengan hukuman rajam. 

Maria Taat dengan cara mengosongkan diri

Maria menjawab berita dari Malaikat Tuhan tersebut dengan kerendahan hati dan sikap iman yang luar-biasa. Dia berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). 

Maria menyadari keadaan dirinya bahwa ia adalah orang papa, tidak berdaya, tidak ada yg dapat dibanggakan dan tidak lebih dariseorang hamba.

Maria yang masih punya masa depan dengan berbagai kesenangan namun ia justru menempatkan diri sebagai "hamba Tuhan" dan menempatkan kehendak Allah di atas segala-galanya. Dia menyambut kehendak Allah tersebut dengan hati yang tulus, walaupun dia menyadari bahwa ketaatannya dapat berakibat buruk. 



Keagungan pribadi Maria, sangat layak menjadi alasan bagi TUHAN untuk memilihnya sebagai wanita yg melahirkan Juru Selamat dunia. Karena sikapnya menyingkapkan keagungan iman dan kasihnya kepada Allah. Dia lebih menonjolkan ketaatannya yang mutlak dan siap menanggung risiko asal kehendak Allah terlaksana. 


Sikap Maria yang taat tanpa syarat bahkan rela turun samapi titik nol menjadi seorang budak yg tidak bernilai, asal kehendak Allah dilaksanakan, ia rela melakukan semuanya dengan segala konsekuensinya. Ini merupakan model spiritualitas orang beriman yang paling ideal? sangat berbeda dengan model spiritualitas yang sering kita kembangkan digereja saat ini. Gereja sering entah sadar atau setengah sadar menjadi agen yg memperagakan model ketaatan yang serba bersyarat. Mengajak orang memberi kepada Tuhan supaya banyak diberi, Mendorong orang untuk menyembah Tuhan supaya diberkati, mengajari orang melayani supaya Tuhan balas melayani. Perhatikan apa yg sedang kita kerjakan sekarang ! Ketaatan yg berorientasi berkat, kepentingan diri sendiri, berfokuskan kebutuhan jasmani. Kita mau taat kepada Tuhan, asalkan keinginan dan harapan kita dapat terpenuhi.  Kita mau setia kepada Kristus, asalkan menguntungkan diri kita. Kita mau mengikut dan percaya kepada Kristus, asalkan kita tidak menanggung risiko yang buruk. Mutu iman kristen seperti ini adalah proses penguatan dari egoisme diri, di mana kehendak atau kepentingan diri begitu ditonjolkan sehingga ruang untuk kehendak Allah tidak tersedia. Ruang hati kita yang begitu luas lebih banyak didominasi oleh kehendak dan keinginan diri, sedangkan ruang untuk kehendak Allah ditempatkan di ruang yang paling sudut dan terpencil. yaaaaaaaaaa........Bagaimana mungkin Allah dapat mempercayakan pekerjaanNya yg besar jika kualitas iman kita bertumbuh didalam semak-semak duri?

Spirit Natal adalah adalah pemberian Allah yg paling baik, yg paling besar dan semuanya dikerjakan tanpa syarat.! bagaimana mungkin kita masih menuntut Allah untuk terus mengerjakan tanggungjawabNya sedangkan kita tidak sedang bergiat mengerjakan bagaian kita sendiri untuk memberi, melayani, beriman dan taat kepada kehendakNya tanpa syarat?

Belajarlah pada sekuntum mawar yg sanggup tumbuh merekah walaupun ditengah semak belukar!


God Bless U, have nice day all


by Haris Subagiyo