Jum'at, 12 November 2010 | 17:43 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Orang miskin dihimbau mengurangi konsumsi rokok. "Konsumsi pagi-pagi mereka itu rokok. Padahal anak-anak mereka butuh protein dan makanan bergizi lainnya,"kata Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Farid Anfasa Moeloek usai menemui Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Jum'at (12/11).
Saat ini, kata Farid, anak-anak dari kelompok masyarakat miskin semakin banyak yang mengkonsumsi rokok. Akibatnya perkembangan otak dan kecerdasan mereka terganggu. "Kerusakannya permanen, makanya masalah rokok ini harus ditangani sebaik-baiknya," katanya.
Karenanya, ia meminta pemerintah agar serius mengatasi masalah. "Targetnya kali ini anak-anak muda dan ibu-ibu, kalau hamil anaknya cacat dan prematur, bisa lost generation," ujarnya.
Anggota KOMNAS, Kartono Mohamad mengatakan, pihaknya telah menyampaikan data-data ini kepada wakil presiden Boediono. Boediono, kata dia, menyambut baik. "Kita arahkan rakyat miskin jangan terlalu menghabiskan uang untuk rokok," ujarnya.
Menurut Peneliti Lembaga FE UI Abdillah Ahsan sekitar 60 persen rumah tangga miskin pengeluaran utamanya untuk membeli rokok. Jika diperhitungkan secara individu, perokok dari keluarga miskin mencapai 30 persen dari 34 juta jiwa atau sekitar 12 juta.
Mereka lebih memilih mengkonsumsi rokok dibandingkan membeli kebutuhan penting lainnya termasuk pendidikan anak-anaknya. "Pengeluaran rokok urutan kedua, dari lima jenis kebutuhan utama keluarga," katanya.
Abdillah mencontohkan, ia pernah mewawancarai seorang sopir angkot yang berpenghasilan Rp 50 ribu sehari. Dalam sehari, sang sopir bisa mengkonsumsi rokok tiga bungkus. Sementara anak-anaknya ada yang tidak lulus SMP dan SMU.
MUNAWWAROH
Saat ini, kata Farid, anak-anak dari kelompok masyarakat miskin semakin banyak yang mengkonsumsi rokok. Akibatnya perkembangan otak dan kecerdasan mereka terganggu. "Kerusakannya permanen, makanya masalah rokok ini harus ditangani sebaik-baiknya," katanya.
Karenanya, ia meminta pemerintah agar serius mengatasi masalah. "Targetnya kali ini anak-anak muda dan ibu-ibu, kalau hamil anaknya cacat dan prematur, bisa lost generation," ujarnya.
Anggota KOMNAS, Kartono Mohamad mengatakan, pihaknya telah menyampaikan data-data ini kepada wakil presiden Boediono. Boediono, kata dia, menyambut baik. "Kita arahkan rakyat miskin jangan terlalu menghabiskan uang untuk rokok," ujarnya.
Menurut Peneliti Lembaga FE UI Abdillah Ahsan sekitar 60 persen rumah tangga miskin pengeluaran utamanya untuk membeli rokok. Jika diperhitungkan secara individu, perokok dari keluarga miskin mencapai 30 persen dari 34 juta jiwa atau sekitar 12 juta.
Mereka lebih memilih mengkonsumsi rokok dibandingkan membeli kebutuhan penting lainnya termasuk pendidikan anak-anaknya. "Pengeluaran rokok urutan kedua, dari lima jenis kebutuhan utama keluarga," katanya.
Abdillah mencontohkan, ia pernah mewawancarai seorang sopir angkot yang berpenghasilan Rp 50 ribu sehari. Dalam sehari, sang sopir bisa mengkonsumsi rokok tiga bungkus. Sementara anak-anaknya ada yang tidak lulus SMP dan SMU.
MUNAWWAROH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar