Sabtu, 30 Juli 2011

Mengejar tuhan ditengah pasar

Potret manusia-manusia rohani yg sedang berjuang keras untuk tidak terikat hatinya dengan gaya hidup duniawi. 
Dengan membawa nama Tuhan tidaklah cukup bagi kita untuk menjadi manusia rohani, dengan terlibat aktif dalam pelayanan, kesetiaan ibadah, belajar Alkitab bukan berarti kelekatan hati kita tertuju kepadaNya.
Manusia lahiriah kita sering demikian atraktif berdemontrasi menutupi kegersangan spiritual kita yg sesungguhnya jauh dari Allah. 
Jika kita sudah berkata: "cukup" dengan segala usaha kita untuk bekerja melayani Tuhan karena seluruh hidup dan masa depan sudah kita investasikan kepadaNya. 
Pastikan bahwa arah langkah kita tertuju hanya kepada Allah saja, karena tidak dapat kita pungkiri bahwa dalam banyak kesempatan energi kita terkuras untuk mengejar allah yg palsu, allah yg kita kondisikan untuk bekerja memenuhi kepentingan diri sendiri. 

MENGEJAR allah MASA KINI, yg sementara, yg sesuai tuntutan perut. Ini bukanlah persoalan mereka yg jauh dari lingkungan kekristenan atau lembaga rohani. Godaan materialisme tidak dapat dipandang sebelah mata yg dianggap sebagai persoalan orang kristen yg tidak dewasa rohani. Kita semua mengalami potensi godaan persoalan yg sama kualitasnya. 
Allah yg tampak mata, allah yg menggugah selera walaupun hanya sementara tak pelak kitapun sering tergoda olehnya. Kita bukan mengejar Allah dalam kekekalan namaun mengejar tuhan ditengah pasar. itulah realita !!!!

Bagaimanakah langkah kita tetap terjaga berada pada arah lari yg benar dengan HANYA MENGEJAR ALLAH saja dalam seluruh waktu hidup ini?



Orang kaya sukar masuk Kerajaan Allah
10:17 Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut u  di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? v 10:18 Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja. 10:19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu! w "10:20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." 10:21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, x  maka engkau akan beroleh harta di sorga, y  kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku. z " 10:22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. 10:23 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang 5  a  masuk ke dalam Kerajaan Allah." 10:24 Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. b  10:25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. c " 10:26 Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" 10:27 Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. d  Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah."


Belajar dari Tuhan Yesus yg membimbing seorang Farisi untuk memiliki kekekalan hidup.
Markus 10 : 17 - 25
Tampillah seorang Farisi yang kaya-raya.datang dengan berlari-lari mendapatkan Yesus dan berlutut di depanNya. Secara umum orang Farisi selalu datang pada Tuhan Yesus dengan motif menjerat. Tetapi dia datang dengan sikap yang begitu antusias ,santun dan penuh hormat kepada Tuhan Yesus 


Tujuan kedatangannya bukan main-main, ia sedang menyampaikan pertanyaan sangat mendasar dan bernilai, tentang kekekalan hidup yg tidak diperoleh sejalan dengan pengetahuan rohani dan kekayaan materinya.
Di satu pihak dia berhasil membuktikan untuk memperoleh kekayaan secara materi, tetapi di pihak lain dia belum mengetahui bagaimana langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh hidup yang kekal.  


Untuk mengukur sejauh mana keseriusan kita berjerih lelah untuk mengkondisikan Tuhan tinggal dan bekerja secara efektif dalam diri kita:


a. MEMILIKI  KETULUSAN HATI bukan sebatas KERENDAHAN DIRI  (ayat.17-18)

Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? (ayat.17)

"Berlari-lari mendapatkan Yesus sambil bertelut" suatu usaha perendahan diri yg dilihat oleh banyak orang tanpa merasa malu......luar biasa.
Status sosial yang terhormat sebagai orng Farisi dengan kekayaan yang melimpah tidak membuatnya menjadi seorang yg arogan. Justru ia bersungguh-sungguh berusaha berjumpa dan merendahkan diri secara ekspresif di hadapan Tuhan Yesus.
  • Seorang Farisi yg berlari-lari untuk berjumpa Yesus
  • Seorang Farisi yg bersedia membungkkan diri didepan Yesus
  • Seorang Farisi yg berani mengakui eksistensi Yesus sebagai guru yg baik 
Semua upayanya menjelaskan usahanya yg berani keluar dari zona kemapanan dan status sosial. Ia berani mengabaikan semua yg ada dalam dirinya untuk memperoleh jawab atas kekosongan jiwanya.


Seorang kaya yg bersemangat mencari nilai kebenaran


Tidak terbatas pada antusias bekerja mengumpulkan kekayaan, tetapi dia juga seorang yang peduli dengan kehidupan kekal. Pilihan hidupnya bukan hanya terarah kepada kepentingan dunia tetapi juga peduli dengan masalah keselamatan. Sikap hidup yang demikian mencerminkan pilihan yang ideal dan seimbang yaitu sukses secara materi dan rohani.   . 

Kontras dengan realita sebagaian besar orang perccaya yg terus mengejar kekayaan secara materi tetapi mereka selalu tidak pernah merasa puas. 

Tidak sedikit orang yg menyebut dirinya beriman namun karena merasa sudah mapan, merasa tidak perlu memiliki iman kepada Allah. 
Untuk apa beriman kepada Allah jikalau segala sesuatu dapat diatasi dengan kemampuan materi dan fasilitas yang tersedia. 
Untuk apa berdoa jika mampu mengumpulkan uang dengan kemampuan dan kepandaian mereka. Sikap ini membangun pribadi yang congkak dan merasa tidak perlu merendahkan diri dengan bertelut di hadapan Tuhan Yesus. 



b. MEMILIKI SPIRITUAL PADA ALLAH bukan sekedar moral yg baik (Ayat.19-20)    

Kewajiban sebagai seorang Farisi yg taat pada perintah agama tidak serta merta memiliki kualitas spiritual yg benar dihadapan Allah.
Tuhan Yesus memberi jawaban, yaitu: “Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Mark. 10:19). 
Jawaban Tuhan Yesus tersebut secara khusus menunjuk kepada suatu kelompok dari Sepuluh Firman Allah yang berkaitan dengan kasih kepada sesama. 


Dasa Titah terdiri atas 2 kelompok besar:
Firman 1 sampai 4 berkaitan dengan kasih kepada Allah; 
Firman 5 sampai 10 berkaitan dengan kasih kepada sesama. 


Sangat menarik, bahwa hidup yang kekal dalam jawaban Tuhan Yesus ditekankan kepada kasih kepada sesama dan bukan kepada Allah. Tentunya jawaban Tuhan Yesus tersebut tidak bertujuan untuk mengatakan bahwa perintah untuk mengasihi kepada Allah dapat diganti dengan hukum kasih kepada sesama. 
Dasarnya adalah setiap orang Farisi pastilah orang-orang yang sangat peduli dengan kasih kepada Allah, tetapi dalam praktek hidup mereka justru sering kurang peduli dengan sesama. Orang-orang Farisi umumnya sangat religius, tetapi pada sisi lain mereka kurang “humanis” dan “sosial”. Tetapi khusus untuk orang Farisi yang kaya-raya tersebut, dia memberi jawaban yang mengagumkan, yaitu: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku" (Mark. 10:20). Wooooow Betapa luar-biasanya spiritualitas orang Farisi yang kaya-raya itu. Dia telah menghayati  dan melaksanakan perintah Allah bukan sekedar suatu kewajiban. Juga bukan karena di tengah perjalanan hidup dia “bertobat” menyadari situasi kefanaannya sebagai manusia. Tetapi dia telah melaksanakan seluruh perintah Allah tersebut sejak dia masih muda. Terbukti ia tetap konsisten sejak masih muda sampai sekarang untuk setia melaksanakan perintah Allah.     

Spiritualitas yang sehat dan berkualitas ditandai oleh pertumbuhan yang selalu konsisten. Sebab sikap rohani yang konsisten menunjukkan kondisi iman yang stabil. Orang Farisi yang kaya-raya itu bukan hanya pandai untuk mengembangkan bisnisnya, tetapi dia juga seorang yang peduli dengan sesamanya. Sikap religiusnya tidak membuat dia menjadi seorang yang hanya berorientasi kepada ritual keagamaan tetapi juga setia untuk memberlakukan kasih kepada sesamanya. Sehingga tidak mengherankan jika di Mark. 10:21 menyaksikan sikap Tuhan Yesus, yaitu: “Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya”. 

Dalam hal ini kita selaku gereja dipanggil oleh Allah untuk memiliki proses pertumbuhan iman yang konsisten dan stabil. Kita sangat prihatin, bahwa beberapa orang pada suatu momen tampak begitu bersemangat dan antusias dalam melayani pekerjaan Tuhan; tetapi tidak lama kemudian dia menjadi cepat patah arang dan mengabaikan seluruh firman Allah.  

Kita sering menganggap sikap rohani yang pasang-surut sebagai hal yang manusiawi. Sehingga kita sering membiarkan diri untuk berada dalam kondisi “surut”, dan baru mau “pasang” saat ajal mulai menjemput. Padahal keadaan rohani yang mudah “pasang-surut” menunjukkan bahwa spiritualitas kita sangat lemah untuk sikap setia kepada kehendak Allah.

Itu sebabnya respon terhadap hukum dan kehendak Allah lebih sering ditentukan oleh dorongan perasaan dan keinginan pribadi, bukan didasarkan kepada sikap ketaatan dan kesetiaan yang tanpa syarat. Dalam kondisi yang demikian mereka yang mundur dari pelayanan sering mengharap untuk “dibujuk dan dirayu” terlebih dahulu agar mereka mau kembali aktif untuk melayani Tuhan. Baru setelah orang-orang di sekitar menunduk dengan “bertelut” di depan mereka, maka mereka baru bersedia untuk melayani Tuhan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kita sering bersikap congkak dan jauh dari sikap spiritualitas yang sehat dan stabil. Sehingga tidak mengherankan jikalau Kristus tidak mau memandang kita dan menaruh kasih seperti yang dilakukanNya kepada orang Farisi yang kaya-raya itu. 

C. MEMILIKI  DEDIKASI PADA ALLAH bukan sekedar visi    


“Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,  maka engkau akan beroleh harta di sorga,   kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mark. 10:21).

Orang Farisi yang kaya-raya telah mendemonstrasikan sikap yang rendah-hati, mau peduli dengan hukum-hukum Allah sejak masa mudanya dan antusias untuk memperoleh hidup yang kekal, seolah-olah ia memiliki visi yg sangat besar dalam dirinya lebih dari yg telah dapat dicapainya. Namun Tuhan Yesus menuntut bukan sekedar visi yg besar namun DEDIKASI YANG NYATA kepada TUHAN. 
Menjadikan Tuhan lebih dari siapapun dan apapaun.
Menjadikan Tuhan jauh lebih besar dari segala kebutuhan kita
Menjadikan Tuhan lebih besar dari diri kita sendiri
Menjadikan Tuhan PUSAT dari seluruh hidup kita selama-lamanya.


Selama ini dia telah menunjukkan kasih kepada sesama melalui hartanya. Dia juga telah melaksanakan hukum-hukum Allah sejak masa mudanya. Seakan-akan semua yang telah dilakukan sungguh sempurna. Tetapi ketika dia mendengar jawaban Tuhan Yesus untuk menjual apa yang dia miliki dan membagikan kepada orang-orang miskin, 


Markus 10:22 
“Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya”. 


Sikap orang Farisi yang kaya-raya tersebut sungguh kontradiktif. Semula dia berlari-lari mendatangi Tuhan Yesus dengan antusias dan berlutut di hadapanNya. Tetapi kini dia segera pergi meninggalkan Tuhan Yesus sebab kecewa dengan jawaban yang diberikan olehNya. Dia enggan untuk melaksanakan apa yang diminta oleh Tuhan Yesus sebab hartanya sangat banyak. 
Mungkin bagi orang Farisi yang kaya-raya itu dengan senang hati dia membagikan sebagian kecil dari harta-bendanya. Tetapi untuk menyerahkan seluruh harta miliknya kepada sesama yang membutuhkan, dia tidak sanggup. 
Jadi melalui kekecewaan meninggalkan Tuhan Yesus sebenarnya orang Farisi tersebut telah memperlihatkan eksistensi yg sesungguhnya: bahwa ternyata kualitas hidupnya tidak terletak kepada kasih kepada Allah dan sesama, tetapi kepada harta-benda yang dimilikinya. 


Dalam konteks ini dia gagal memenuhi hukum pertama dari Sepuluh Firman Allah yang berkata: “Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu” (Kel. 20:3). Dia telah menjadikan harta-benda yang dimiliki sebagai wujud dari “ilah” sehingga dia lebih memilih untuk meninggalkan Kristus dari pada menjual dan membagi-bagikan harta-bendanya.  


Sebab makna “ilah” pada hakikatnya menunjuk kepada siapa atau apapun juga hati kita terikat dan memujanya. Sosok para “ilah” pada zaman sekarang dapat berupa: uang, status sosial, properti, hand-phone, note-book, hobi, seks, makanan lezat atau apapun yang membuat hati kita melekat dan tergantung kepadanya.    ini adalah bagaikan sikap sedang mengejar tuhan ditengah pasar, berusaha keras dengan alasan-alasan yg rohani, semangat powerful namun berhenti untuk tujuan yg temporer.



Ungkapan “mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya” pada hakikatnya untuk menunjukkan kepada sikap hati seseorang yang tidak ingin harta-bendanya diungkit atau dibahas sebagai syarat untuk memperoleh hidup yang kekal. 


Di balik sikap orang Farisi yang kaya-raya dan sangat antusias mendatangi Tuhan Yesus sambil berlutut sebenarnya mau memperlihatkan atau mendemonstrasikan sikap tubuh fisiknya saja yang mau menyembah. Tetapi hatinya ternyata sarat dengan harta-benda sehingga dia tidak ingin ingin berlutut dan menyerahkan seluruh miliknya kepada Tuhan Yesus. 


Sikap orang Farisi tersebut sering juga menjadi pola sikap kita selaku jemaat Kristus. Mungkin secara fisik dan liturgis, kita dapat begitu antusias sebagai  para “penyembah Allah” yang sungguh-sungguh saat beribadah; tetapi apakah hati atau jiwa kita juga sungguh-sungguh menyembah Allah dan mempermuliakan Kristus? 
Apakah kita mau meninggalkan segala “ilah” yang memperbudak dan menyenangkan hati kita?  Dengan demikian tidaklah cukup bagi kita hanya untuk mencari makna hidup yang kekal dengan sikap yang antusias; tetapi pada sisi lain kita tidak antusias dan sungguh-sungguh untuk meninggalkan segala hal yang diilahkan atau diidolakan. 

KEJARLAH TUHAN YANG KEKAL 



Pesan utama dari perikop tersebut sebenarnya membahas penghalang utama bagi seseorang untuk memperoleh hidup yang kekal. Dimana penghalang utama setiap orang selalu berbeda-beda. Bagi beberapa orang penghalangnya adalah sikap serakah, sikap malas, penganut hedonisme, para pezinah, pemabuk, atau berbagai bentuk karakter yang buruk. Semua sikap tersebut secara prinsipial menghalangi seseorang untuk mengikut Kristus dan memperoleh hidup yang kekal. 

Sehingga yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan: "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mark. 10:24-25) pada hakikatnya menunjuk kepada setiap orang yang tidak “kaya” di hadapan Allah. 

Jadi makna “tidak kaya di hadapan Allah ” merupakan sikap spiritualitas orang-orang yang berorientasi kepada keinginan dan hawa-nafsu duniawi. Mungkin dari penampilan lahiriah mereka sangat antusias dengan berbagai perkara agamawi, tetapi sesungguhnya hati mereka jauh dari sikap kasih kepada Allah dan sesamanya. 


Rasul Paulus berkata: “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”  (II Timotius 3:5)  

Penghalang pertumbuhan spiritualitas bukan hanya perlu disadari tetapi juga seharusnya diakui dengan sikap pertobatan di hadapan Allah. Sebab dengan pengakuan yang lahir dari hati yang hancur akan terbuka rahmat dan belas-kasihan Allah. Sehingga dengan rahmat Allah tersebut akan memampukan kita untuk hidup benar di hadapanNya. Namun kita sering berupaya untuk menyembunyikan berbagai penghalang spiritualitasnya dengan sikap yang munafik. Seperti orang Farisi yang kaya tersebut begitu fasih memuji Tuhan Yesus dengan sapaan “Guru yang baik” dan berlutut di hadapanNya. Namun setelah Tuhan Yesus menyatakan kebenaran yang esensial, dia segera pergi  meninggalkanNya. Sikap antusiasme orang Farisi tersebut segera berubah menjadi kegetiran sebab dia tidak berhasil menunjukkan prestasi rohani yang selama ini dibangga-banggakan. Perkataan Tuhan Yesus begitu tajam menembus isi hatinya yang terdalam, sehingga menyingkapkan watak aslinya. 

Panggilan untuk memilih hidup yang benar tidaklah cukup dilandasi oleh sikap yang antusias mencari Tuhan Yesus. Juga tidak cukup dinyatakan dengan berlutut di hadapanNya. Bahkan juga tidak cukup setia melakukan firman Allah sejak masih muda. Lebih dari pada itu adalah apakah hati kita yang terdalam sungguh-sungguh hanya melekat kepada Allah dan bukan kepada kuasa dunia ini. 
Selama hati kita sering melekat kepada gegap gempita kuasa dunia, sehingga segala tindakan kita yang tampaknya rohani, benar dan mulia akan berubah menjadi kemunafikan belaka. Kadang kita tampak berkobar-kobar mencari Tuhan Yesus. Namun sesungguhnya kita hanya mengejar keinginan sendiri yg dibebankan kepada Tuhan. Kita bukan sedang mengejar Tuhan yg kekal tetapi tuhan yg fana, kita bukan mengejar kemuliaan Tuhan tetapi kepuasan lahiriah.
Alasan yg kita bawa sellalu benar namun tujuan yg hendak kita capai diri sendiri dan kefanaan hidup.


Masihkah kita mengejar Tuhan ditengah pasar atau menempatkan Tuhan dikekekalan?
amin GBU all....



1 komentar:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.org

    BalasHapus