Rabu, 06 Agustus 2014

“ DIMARAHI ORANG GILA “




Tepat diperempatan lampu merah dalam dari perlananan pulang dari belanja. Dibarisan depan seorang pengemudi mobil melemparkan koin kepada seorang ibu yg sedang meminta-minta ; entah Rp.200, Rp.500 atau Rp.1.000 karena malam hari, kami tak dapat mengamati dengan jelas namun sang peminta itu berteriak marah-marah, memprotes sambil tunjuk jari dengan raut muka menakutkan kepada pemberi uang; dengan bahasa jawa kasar yg saya terjemahkan “ kalau tidak iklas jangan memberi, itu tidak bisa menghargai orang lain, jangan memberi sekenanya masak orang punya mobil memberi cuma segitu”dan uang itu diambil , dibanting berkali-kali finali dilemparkan kearah mobil si pemberi. TRAGIS....Tidak cukup sampai disitu
Kami sekeluarga dideret belakang mobil tersebut ikut menyaksikan dan mendengar demontrasi monolog sang pengemis tesebut sambil berbincang santai membahas hal sebagai kejanggalan perilaku penerima belas kasihan orang lain. seharusnya tidak seorangpun diluar yg dapat mendengar pembicaraan kami didalam mobil. Tetapi tanpa bam bimbom orang tersebut seolah memahami perilaku dan arah pembicaraan kami, sehingga ia mulai mengalihkan kemarahannya pada kami dengan tumpahan kemarahan yg tidak kalah seru, seolah kami sedang menghakiminya secara tersembunyi.
Dalam hati saya berguman orang ini sombong kali, dia pikir cuma dia saja yg bisa gila; baru saja jadi orang gila, sombongnya kayak gila permanen, gila baru sekali gayanya seperti orang gila yg kalah dalam transisi kekuasaan ha...ha...ha...... tancap gas aja ; gak level brooo....
Ya...Semua orang butuh pengakuan dan perlakuan yg memanusiakan manusia. Bahkan seorang yg tersisih dipinggir jalan butuh penghargaan yg pantas. Kemarahan dapat menyasar siapa saja baik kawan maupu lawan hal ini dipicu dari realita ketidakadilan yg memakan korban seperti dirinya. Persinggungan harapan yg tidak sesuai kenyataan meledakkan kemarahan membabi buta. Manusia dapat saja membuat seribu alasan karena harapannya berbading terbalik kenyataan. Dengan mencari kesalahan pihak lain atau menantang beradu argumentasi yg tidak nalar atau data yg tidak faktual bahkan dengan statemen politik rohani: “Tuhan tidak kehabisan cara untuk membela kami”. “ Tuhan pasti akan buka jalan, tidak ada yg mustahil bagi Tuhan “ Nama Tuhan selalu berseliweran dipanggung politik sebagai alasan pembenar kepentingan sendiri. Dalam hal ini kita masih bisa berujar TUHAN RAPOPO.
Pilpres 2014 sudah berakhir namun menyisakan ekor bagai sumbu molotov yg dapt meledak setiap waktu. Orang yg waras hendaknya tetap menjaga level kewarasannya dan tidak mencoba-coba merasakan enaknya jadi orang gila. Karena panggilan hidup kita bukan menjadikan mereka yg lagi gak enak badan malah OPNAME atau GAME OVER, tetapi dengan kerendahan hati tidak berlagak kuat, TIDAK berperilaku hebat atau malah mendeklarasikan diri sebagai orang LEBIH DARI PEMENANG. Dalam menjaga relasi keharmonisan dan menampilkan kualitas hidup yg berdayaguna hendaknya semua orang yang MENANG ORA UMUK (bersikap pongah) yang KALAH ORA NGAMUK (marah-marah). KALAH ORA KEWIRANGAN (Kalah tidak mendapatkan malu), MENANG ORA NGASORAKE (menang tidak merendahkan yg lain)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar