Rabu, 06 Agustus 2014

GEREJA IKUT BERPOLITIK PRAKTIS atau PARTISIPASI POLITIK ?




Peta kepemimpinan bangsa Indonesia dipastikanberubah melalui pesta demokrasi 9 Juli 2014. Dinamikanya bergemuruh mempubilkasikan calon pemimpin baru, semua bekerja alloutbahkan secara sukarela bejkerja tak kenal tempat, media dan waktu. Kata “shyalompun” diubah menjadi “salam satu jari atau salam dua jari”. Media sosial sudah berubah menjadi media publikasi politik. Kesaksian jemaat mengalami pergeseran dari Yesus sahabatku menjadi sahabat Jokowi atau sahabat Prabowo. Gereja bermetamorfosis sebagai agen propaganda politik, menjadi salah tingkah, tak bisa diam seperti biasanya yg khusuk menanti jawaban doa. Sebagai dampaknya gereja mendapat apresiasi sekaligus sinisme dan kritik karena respon politiknya.
Seruan dari luar berteriak : Gereja harus netral, gereja tidak boleh berpolitik praktis menjadi satire yg berbaur dengan bahasa cinta yg menjadi otokritik supaya kembali fokus pada panggilannya. Gereja harus ikut berpartisipasi politik atau telah terseret dalam politik praktis?
Terminologi politik memang memuat intepretasi yg sangat bias. Karena dapat diterjemahkan menurut konteks, kepentingan maupun perspektifnya. Aristoteles menyatakan bahwa politik adalah usaha yg ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (politik sejati atau substansial) namun realitanya politik selalu dipaksakan sebagai ilmu dan seni untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional.
Dimana posisi gereja dalam berpolitik?
Harus dipahami dan dibedakan secara tegas bahwa dinamika politik itu diekspresikan dengan banyak kaki: ada kekuasaan politik; legitimasi politik; sistem politik; perilaku politik; proses politik dan partisipasi politik.
Benarkah gereja tidak boleh berpolitik praktis?
Politik praktis adalah cara atau sarana untuk mencapai suatu tujuan dengan cara yg mudah dan cepat. Mahfud MD mendiskripsi politik praktis adalah bagaimana caranya kita menang, kalahkan siapa dan siapa yang harus menjadi apa.
Jelas Gereja memiliki hakBERPARTISIPASI SECARA POLITIK tetapi gereja tidak berafiliasi dengan partai politik sehingga memungkinkan larut dalam politik praktis. Bagaimana peranan gereja saat ini ? Gereja sebagai lembaga spiritual bukan organisasi masa sangat berperan untuk membidani lahirnya manusia yg berkarakter, dewasa dan bertanggungjawab jika tugas ini terealisasi maka sebagai implikasinya tidakperlu terjadi kegalauan , kekuatiran atau ketidakpercayaan terhadap umatnya sendiri (dianggapnya kekanak-kanakan) sehingga masih dianggap perlu untuk DIARAHKAN, DIBERI PETUNJUK atau DIINTRUKSIKAN memilih salah satu bakal calon presiden.
Jika ada pemimpin gereja yg menggiring opini publik untuk memilih salah satu capres dipastikan itu bukan sikap politik gereja sebagai lembaga tetapi muatan kepentingan secara personal. Namun jika ada persekutuan gereja-gereja yg memandu jemaat untuk menjatuhkan pilihan tertentu itu hanyalah KEKUATIRAN terhadap APA YG mungkin akan terjadi dan MENATAP HARAPAN BESAR terhadap APA YG akan DIDAPATKANYA, padahal apa yg kita nilai BAIK dari KEMASANNYA sering hanya artificial belum tentu mencerminkan bobotdan kualitasnya. Bukan hanya berdoa saja menjadi cara aman untuk memilih tetapi memadukan kecerdasan , nilai rasa dan keyakinan yg mantap pada Tuhan.
Jangan RAGU menentukan pilihan Anda karena apapun yg terjadi masa depankita dalam gengaman TANGAN TUHAN ! bukan genggaman dua jari atau topangan satu jari
Siapapun yg terpilih adalah pemimpin pemerintahan dan kita harus tunduk pada pemerintahan karena Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkannya.
Selamat berpesta demokrasi Tuhan Yesus sahabat kita.

by Haris S :dari kaki Merapi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar