Rabu, 06 Agustus 2014

IDENTITAS KEPEMIMPINAN KRISTEN DIPERTARUHKAN


study kepemimpinan dari Yohanes Pembabtis

“Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan” Matius 3 : 4 ; Markus 1 : 6

Statemen ini bukan menawarkan sensasi kuliner yg bercitarasa incip-incip belaka. Gaya hidup Yohanes Pembabtis yg tampil bertabrakan dengan kultur budaya dan tata nilai modern menarik perhatian untuk dijadikan studi kepemimpinan masa kini. Intepretasi yg kontekstual, eksposisi dan lugas akan membantu kita mengenal lebih dekat sang pemimpin nyentrik ini. Di latar belakangi oleh perbudakan bangsa Israel selama lima sampai enam generasi oleh Mesir. Saat itu bangsa Israel sudah menjelma menjadi bangsa merdeka bukan di terpanggang di padang gurun tapi berinteraksi diperkotaan. Namun kemerdekaan tanpa kehadiran Allah , kemerdekaan dalam keheningan suara Allah, seolah –olah menjadi masa penantian panjang tanpa harapan (madesu). Munculnya Yohanes Pembabtis adalah gebrakan spiritual besar yg memutar balik sejarah karena dimulainya kinerjanya Sang Mesisas. Ironinya bahwa Yohanes pembabtis melaunching pelayanan perdana setelah 450 tahun Allah DIAM justru dipadang gurun Yudea bukan dipusat keramaian. Potret utuh dari pelayanan Yohanes dikonstruksikan Alkitab jauh dari usaha propaganda, hiruk pikuk liputan media atau strategi untuk menarik masa sebanyak mungkin. Peforma kampungan, udik, primitif , kuper, aneh menjadi headline pelayanan Yohanes Pembabtis.
Lalu apa relevansi konsumsi belalang di ladang pelayanan ?
Apa yg dimakan menunjukkan siapa ,apa alasannya bagaimana identitas pribadi Yohanes Pembabtis merespon panggilan Tuhan.
1. Konsumsi walang menunjukkan bagaimana FOKUS pelayanannya (Markus 1: 2)
Yohanes terikat janji pengutusan pelayanan, “ Aku menyuruh utusan-Ku....” Perkara keabadian dengan kebutuhan dasar manusia memang berjalan seiring sejalan. Memilah antara faktor primer dan sekunder sedemikian tipis batasnya. Untuk mengesekusinya dibutuhkan perspektif kebeningan hati. Yohanes menjauhkan dari kesibukan sekunder karena ia sangat konsisten dengan arah dedikasinya, ia mengkondisikan diri hanya untuk meng-goalkan SATU TUJUAN. bekerja di PADANG BELANTARA menjadi penyampai SUARA TUHAN. Makanan memang kebutuhan dasar yg tak terhidarkan dan keinginan untuk memanjakan perut adalah manusiawi tetapi Yohanes mengambil sikap yg tidak kompromis, Kerajaan Sorga menjadi yg utama dan pertama tidak boleh ada perkara lain yg boleh membiaskan tujuan atau membebani pengabdiannya hanya sekedar untuk memiliki daya beli mengkonsumsi roti dan angggur dikota. Makan belalang dan minum madu hutan walaupun dianggap primitif tidak usah dibesar- besarkan atau dijadikan faktor penghambat dalam pelayanan. Ini urusan perut yg dapat disiasati atau dicarikan substitusinya. Makanan dan minuman itu perlu boosss tetapi akan menjadi halangan besar (great barrier) jika itu menjadikannya arah kompetisi dan kompetensi pelayanan kita. Pelayanan adalah merespon panggilan Tuhan memiliki otoritas atas hidup kita bukan menentukan pilihan hidup sendiri.
2. Konsumsi walang menampilkan siapa JATIDIRINYA (Lukas 1 : 15)
Yohanes sudah memiliki identitas diri sebelum ia dilahirkan. Sebagai anak keluarga imam bahkan punya hubungan kekerabatannya dengan Maria (ibu Yesus), ia terhisap dalam keturunan kasta pandita yg berhak menikmati kenyamanan hidup, Namun panggilannya dipadang gurun harus melepaskan semua identitas keluarga dan hak – hak hidup yg pantas untuk adaptif dalam kesunyian dan kesendirian (sakno sakno). Fenomena kepemimpinan turun temurun terputus dalam kehendak Yohanes Pembabtis. Orang tua boleh berkotbah digereja besar melimpah sandang, pangan, papan, bertebar ketenaran dan riuhnya sanjungan. Persembahan mengalir setiap minggu dan bulan bagai air tak terbendung, segala keinginan yg hendak diraih tak ada yg dapat mencegatnya karena uang sudah mengokohkan kerajaannya, ini adalah BERKAT TUHAN dan telah sukses mendirikan “kerajaan berkat”, namun ia tegas tidak menumpangkan kemuliaan diri pada orang lain, ia tidak mengadopsi gaya siapapun untuk mendapatkan perhatian publik. Ia tidak mengubah diri seperti yg orang harapkan namun ia membentuk pribadinya seperti yg Tuhan rancangkan. Mempersiapkan jalan bagi Tuhan hanya itu tujuan hidupnya TITIK. Persepsi orang yg merendahkan sebagai hamba Tuhan aneh, nyentrik GAK DOYAN SEGO PECEL, luweeeeh. Ngomongo sak doerwere lambemu (silahkan bicara sampai bibirmu memble). Karakteristik pelayanan yg kolot berpihak pada rencana Tuhan memang terdengar sunyi dan tidak menarik perhatian tetapi hasilnya ribuan orang datang berbondong bondong membuka hati bagi kebenaran yg disampaikan. Pelayanan adalah pengabdian (dedikasi) bukan (profesi) jasa menjual keahlian marketing pelayanan.

3. Konsumsi walang menjelaskan keutamaan PENGABDIANNYA (Matius 3 : 3)
Identitas dirinya tidak menonjol bahkan Alkitab memperkenalkan diri Yohanes hanya sebagai” SUARA “. Penampilannya sangat bersahaja, hanya memakai jubah bulu unta , memakan belalang dan minum madu merepresentasikan kesederhanaan, ketidakberdayaan ekonomi, kesannya tertinggal malah aroma ndesonya sangat kental. Namun Berita yg dikumandangkan sangat jelas: tajam bagai kapak, kuat bagai batu karang tanpa tedheng aling-aling menghajar siapa saja yg tidak sejalan dengan rencanaNya. Tujuan hidupnya adalah Tuhan, Berita yg disampaikan hanya Tuhan, sasarannya adalah kemuliaan Tuhan. Typikal kerjanya bagai burung disemak belukar yg terus bernyanyi ditempat tersembunyi, tanpa kita tahu dimana ia bersarang namun orang dapat jelas mendengar, memahami dan terbawa dalam simponi merdu suaranya. Tidak ada kepentingan diri yg hendak diraihnya. Walang, madu dan jubah bulu unta menegaskan bahwa PESAN yang disampaikan jauh lebih penting dari PENAMPILAN atau GAYA HIDUP. Berbahaya jika gereja yg menjadi representasi kehadiran pribadi Kristus yg sedang mempersiapkan umatnya pada kerajaan kekal dihadang untuk membangun kerajaan dunia ini. Gereja yg menjadi kumpulan orang percaya yg membawa sinar Kristus diajak berkompetisi membangun gedung gereja yg bersinar. Para pemimpin gereja tidak sedikit yg sengaja membelokkan arah kemuliaan Tuhan pada dehedrasi pujian dan kemuliaan manusia. Sehingga artis, komedian, politikus dapat perfoming satu panggung gereja demi mempertahankan animo besar dari pengunjung.
Pengabdian Yohanes Pebabtis yg konservatif adalah indikator integritas pelayanan yg mendemostrasikan: kejujuran, kerendahan hati dan kerja keras untuk kepentingan yg tidak akan binasa.
Jujur saja bahwa pengajaran yg mengejar SELERA PASAR menjadi KOMODITI yg go public, sangat laku dijual. Lebih menguntungkan menyampaikan pengajaran yg enak didengar telinga, mengibur , membesarkan hati karena seolah sudah menjawab seluruh kebutuhan emosional dan material. Lebih mudah menyampaikan hukum tabur tuai yg berkontribusi mendapatkan upah : 30, 60 dan 100 kali ganda , janji berkat Abraham, hidup berkelimpahan mujizat, jadi umat pemenang daripada membawa manusia dalam kewajiban menjadi hamba Kristus. Tidak setuju dengan predikat HAMBA KRISTUS tetapi ANAK RAJA, umat pemenang, menjadi kepala bukan ekor . Semua yg enak, semua yg gampang, semua yg cepat disajikan secara instant. Walaupun itu melawan hati nuraninya tabrak saja boos yg penting untung besar!!!!
Life still Yohanes Pembabtis adalah sertifikasi ideal pelayanan yg mengajak kita BACK TO BASIC. Terpusat pada panggilan pelayanan, menghambakan diri pada Tuhan, tidak kemaruk dengan konsumerisme, konsisten dengan SUARA KEBENARAN. Adalah relevansi konsumsi walang diladang pelayanan.
Walang dan madu hutan yg dikonsumsi Yohanes Pembabtis simbol integritas yg tak tergoyahkan perubahan jaman. KEKEH....KOKOH....dan KRENYES-KRENYES kaya mangan walang.
Pelayanan kepada Tuhan adalah VOKASI (panggilan) bukan OPSI (pilihan) , pelayanan adalah DEDIKASI bukan PROFESI, pelayanan adalah menjalankan MISI bukan mengharapkan KONTRIBUSI. Jika langkah kita sudah GLOYAR GLOYOR, tidak lagi dipastikan on the track dengan arah panggilan pelayanan dan CENDERUNG berorientasikan pada pembangunan kerajaan dunia ini.
Sebaiknya KITA KEMBALI rutin setiap hari mengkonsumsi WALANG GORENG ! supaya pelayanan kembali sehat, kuat dan produktif, amien GBU all

2 komentar:

  1. Di muka hakim kolonial, pada bagian penutup dari pleidoi ”Indonesia Menggugat” (1930), Soekarno bertutur: ”Kami menyerahkan segenap raga dengan serela-relanya kepada tanah air dan bangsa… Juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan hak tanah air dan bangsa atau peri kehidupan yang merdeka. Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahun pun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu.”

    Dengan pernyataan itu, Soekarno menambatkan perjuangan kemerdekaan Indonesia ke dalam jangkar “kebangsaan”. Suatu bangsa, menurut Ernest Renan, terbentuk karena dua hal: bersama-sama menjalani suatu riwayat dan mempunyai keinginan hidup menjadi satu.

    Merdeka Tanpa Kepemimpinan

    BalasHapus