Senin, 04 April 2011

Ibadah yang Sejati

Kekristenan bukanlah kegiatan keagamaan atau praktek hidup kesalehan  yg dibatasi ruangan dan waktu yg sempit. Dimana dimensi keagamaan kita telah terformat dalam kegiatan kebaktian, dengan firman Tuhan, memuji Tuhan, memberi persembahan digereja. 
Lebih dari agenda keagamaan saja, kekristenan adalah praktek hidup yg terus menerus, memberikan hormat, pengabdian dan pengorbanan kepada Allah dimana dan kapan saja dengan kekuatan total.
Bagaimana kita dapat melakukakannya? 


Roma 12:1.
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” 



Paulus mendesak jemaat Roma untuk melakukan ibadah sejati. 
Kata “menasihatkan” dalam terjemahan LAI terlalu halus. Terjemahan New American Standard Bible (NASB) menggunakan kata urge = mendesak. Terjemahan Inggris lainnya menggunakan kata yang berarti memohon (beseech, plead,) 
Arti desakan Paulus:
a. Ini adalah permohonan dengan desakan Paulus kepada masing-masing individu jemaat Roma, bukan kolegial. Dengan kata lain, Tuhan melalui Paulus mengajar masing-masing pribadi jemaat Roma agar secara pribadi beribadah dengan konsep yang benar kepada Tuhan. Ibadah sejati bukanlah ibadah kolegial, tetapi ibadah pribadi kepada Tuhan meskipun tetap memperhatikan konsep persekutuan di dalam ibadah.

b. desakan sangat penting karena masa berlakunya sekarang. Artinya nasihat ini memiliki tingkat urgensi tinggi. Tuhan melalui Paulus mengingatkan agar jemaat Roma setelah mendapatkan banyak doktrin iman Kristen, mereka langsung mengaplikasikannya secara akktif ke dalam kehidupan mereka sehari-hari di dalam ibadah. 

Dasar Desakan Paulus:
Ini bukan desakan tanpa dasar namun Paulus mengatakan bahwa nasihat ini diberikan demi kemurahan Allah. Kemurahan Allah bisa diterjemahkan belas kasihan Allah. Paulus menasihati jemaat Roma agar mereka beribadah secara benar kepada Allah dengan mengingat belas kasihan-Nya yang telah memilih dan menetapkan mereka sebagai anak-anak-Nya. Seringkali para pemimpin gereja menasihati jemaatnya untuk memuliakan Tuhan, mereka menasihati sekaligus menakuti mereka dengan murka Allah. Hal ini tidak salah, tetapi itu adalah separuh kebenaran. 


Paulus mendorong umat Tuhan untuk beribadah secara benar bukan dengan menakuti mereka, tetapi mengingatkan mereka akan belas kasihan-Nya kepada mereka. Hal ini juga berlaku bagi kita saat ini. Ingatlah, Tuhan telah menyelamatkan kita dari jurang kegelapan dan maut dengan mengangkat kita untuk bertemu dengan terang-Nya yang ajaib di dalam Kristus, oleh karena itu, biarlah kasih setia dan belas kasihan-Nya ini mendorong dan memimpin langkah hidup kita untuk makin memuliakan Tuhan selama-lamanya.

Apakah konsep penting tentang makna ibadah sejati:

Pertama, ibadah sejati adalah memberikan totalitas hidup. 

Ibadah sejati bukanlah ibadah fenomenal, kelihatan aktif di berbagai kegiatan gereja. Ibadah sejati adalah ibadah totalitas, artinya menyeluruh di dalam seluruh aspek hidup kita. Hal ini diajarkan Paulus di dalam ayat ini dengan mengatakan bahwa kita harus mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup. 
* Bahasa Ibrani mengunakan kata ibadah ; "Abodah" yang memberikan pengertian sikap membungkukkan badan tanda hormat seorang hamba dihadapan tuannya. 
* Bahasa Yunani kata "latreia", "leitourgia" memberikan pengertian sikap tunduk serta mencium tangan sebagai tanda hormat seorang hamba kepada tuannya dan mengasihi. 

Jadi pengertian ibadah menyangkut sikap hormat, tunduk yang dilandasi oleh kasih dari seorang hamba kepada tuannya. Ini berbicara totalitas hidup
Konsep penyerahan adalah keberanian menyerahkan seluruh hidup kita dikuasai oleh Kristus sebagai Tuhan dan Raja yg memerintah hidup kita. dengan kata lain, kita juga harus berani menyesuaikan hidup kita dengan kehendak Tuhan. Ada korelasi antara berserah dengan menyangkal diri. Ketika kita berserah, di saat yang sama kita menyangkal diri untuk mengatakan “tidak” kepada kehendak kita dan mengatakan “ya” kepada kehendak-Nya. 

Teladan Rasul Paulus: 
Paulus adalah salah satu rasul Kristus yang sudah menyerahkan totalitas hidupnya kepada Kristus (Flp. 1:21) namun pada saat yang sama, ia bersedia mematikan kehendaknya yang berlawanan dengan kehendak Allah. 
Paulus pernah berdoa 3x memohon agar Tuhan mencabut duri itu, tetapi Tuhan menolaknya, dan Paulus taat di dalam penderitaan, Paulus pun dengan berani tetap percaya kepada-Nya (2Tim. 1:12). Kehendaknya ditolak oleh Tuhan dan Tuhan memaksa untuk mempercayai rencanaNya. Adalah suatu kontradiktif jika kita yang menyanyikan “Aku Berserah”, tetapi masih percaya kepada kehendak diri yang lebih baik daripada kehendak Tuhan.

Kedua, ibadah sejati adalah ibadah dengan hidup yg  sudah diperbaharui.

Kita bukan mempersembahkan tubuh kita yang berdosa, tetapi tubuh yang telah ditebus oleh darah Kristus, yang ditebus bukan dengan emas atau perak tetapi oleh darah Anak Domba yang mahal dan yang tidak bernoda dan tidak bercacat itu. Dalam karya Kristus itulah diri kita yang telah diperbaharui ini kita persembahkan sebagai persembahan rohani. 
Artinya, di sini bukan persembahan ceremonial mempersembahan yang seperti binatang-binatang dalam PL, tetapi suatu kehidupan rohani kita yang sudah diperbaharui, dipersembahkan sebagai satu persembahan yang kudus dan yang berkenan kepada Dia. 
Spiritual worship, jelas sekali itu yang dibicarakan di sini. Yaitu suatu sikap kehidupan yang nyata yang diberikan kepada Tuhan, yang kudus dan yang berkenan. 
demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah your reasonable service, your spiritual worship, itulah persembahan tubuh yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan.
Bukan saja sebagai persembahan yang hidup, Paulus juga menasihatkan jemaat Roma agar mereka juga mempersembahkan tubuh mereka sebagai korban yang kudus. Kudus berarti dipisahkan (separated). Dengan kata lain, dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai kurban yang kudus, berarti kita memiliki keunikan yang lain dari dunia ini. Paulus bukan hanya mempersembahkan tubuh atau hidupnya sebagai kurban yang hidup, tetapi ia juga mempersembahkan hidupnya sebagai kurban yang kudus. 

Ketiga, ibadah sejati adalah ibadah yang berpusatkan Kristus. 


Kata “berkenan kepada Allah” diterjemahkan sebagai “menyenangkan Allah”  ;dapat diterima atau memuaskan bagi Allah"menyenangkan Allah". Dengan kata lain, ibadah yang berkenan kepada Allah adalah ibadah yang menyenangkan atau memuaskan hati Allah. 


Bagaimana ibadah bisa dikatakan menyenangkan Allah? 
ketika ibadah dilakukan baik di gereja ataupun kehidupan sehari-hari bukan memuliakan diri, tetapi memuliakan Tuhan (God-centered worship). Ibadah yang memuliakan diri adalah ibadah yang menggunakan segala cara untuk menyenangkan diri sebagai objek dan subjek ibadah. Ini dilakukan oleh orang-orang kafir di dalam Alkitab. Mereka beribadah untuk mencari keuntungan. Tetapi ibadah yang berpusat pada Allah yang menyenangkan-Nya adalah ibadah yang memuliakan Dia saja (Soli Deo Gloria). 
Bukan hanya ibadah, pelayanan kita kepada Tuhan pun juga demikian. Pelayanan yang menyenangkan Allah adalah pelayanan yang berpusat dari Allah, oleh Allah, dan bagi Allah saja (Rm. 11:36). Sehingga pelayanan yang berpusat pada Allah adalah pelayanan yang tidak mencari keuntungan sendiri. 
Di dalam 2 Kor. 2:17, Paulus menyatarkan konsep pelayanan palsu vs sejati, “Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.” 
Paulus memaparkan pelayanan yang palsu adalah pelayanan yang bermotif cari untung sendiri, sedangkan pelayanan yang menyenangkan Allah adalah pelayanan yang memuliakan-Nya dengan memberitakan firman Tuhan dengan murni dan jujur sesuai apa yang difirmankan-Nya.  Tuhan mengajarkandi dalam 2 Kor. 2:17 ini. Ingatlah, jangan pernah mengukur konsep pelayanan dari kuantitas, tetapi kualitas apakah pelayanan itu God-centered atau man-centered. Biarlah kita menyelidiki motivasi sedalam-dalamnya hati kita tentang konsep pelayanan kita yang kita jalani.


Bagaimana kita menjalankan ibadah dan pelayanan yang memuliakan Tuhan? 
Sebuah kata bijak dari Rev. Dr. John S. Piper adalah, Allah paling dimuliakan di dalam kita ketika kita dipuaskan di dalam-Nya. Seolah-olah, slogan ini antroposentris (berpusat pada manusia), tetapi jika diselidiki kita menemukan kelimpahan maknanya. Allah itu paling dimuliakan di dalam kita BUKAN ketika kita merasa dipuaskan saja, tetapi dipuaskan DI DALAM Dia. Artinya, Allah itu sebagai sumber kepuasan yang di dalam-Nya kita menemukan anugerah, belas kasihan, kebenaran, keadilan, kejujuran, dll, dan di dalam Dia saja kita semakin memuliakan-Nya. 


Jadi, ibadah dan pelayanan yang memuliakan Allah adalah ibadah dan pelayanan yang menikmati Allah. 
Bagaimana menikmati Allah? Apakah suatu pengalaman ekstase yang tidak sadarkan diri? TIDAK! 
Menikmati Allah adalah menikmati Pribadi Allah dan firman-Nya.
a. Menikmati Pribadi Allah berarti ada suatu pengenalan yang mendalam tentang Pribadi Allah. Paulus menikmati Pribadi Allah, sehingga ia berani mengatakan bahwa hidup baginya adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp. 1:21). 
Seorang yang tidak pernah menikmati Allah tak akan pernah mungkin mengatakan hal seagung itu. 
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berani mengatakan seperti Paulus bahwa hidup kita adalah Kristus di mana Kristus bertahta dan berkehendak mutlak dalam hidup kita? 
b. Menikmati Pribadi Allah tidak bisa dilepaskan dari menikmati firman-Nya. 


Ibadah dan pelayanan kita tidak pernah menyenangkan Allah ketika ibadah dan pelayanan kita tidak didasari oleh konsep firman Tuhan yang benar. Berapa banyak kita melihat kekacauan konsep pelayanan? Banyak orang yang mengklaim diri “melayani Tuhan,” tetapi tidak mau belajar firman Tuhan untuk lebih mengenal Pribadi yang mereka layani. 
Mari kita merombak konsep pelayanan kita. Ingatlah, ketika kita melayani Tuhan, perhatikanlah siapa yang kita layani dan kenalilah Pribadi yang kita layani itu melalui firman Tuhan. Reposisi kembali hidup dan pelayanan kita 
Apapun dan bagaimanapun dalam pergumulan kehidupan kita, kita bisa mengatakan, Tuhan, biarlah kalau aku Tuhan ijinkan berlelah bagi Tuhan. Bukan hanya sekedar mencari kepuasan sendiri tetapi merasakan sungguh-sungguh keseriusan di dalam pelayanan. Inilah kehidupan yang dipersembahkan kepadaMu. Kita dipanggil untuk melayani Dia, 
Marilah kita persembahkan yang terbaik bagi Tuhan yaitu hidup kita. Bukan soal apa yang kita berikan tetapi bagaimana cara kita memberikannya, dengan hati yang bagaimana kita memberikan hidup kita bagi Tuhan?


Seindah apapun sebuah lilin, ia tidak dapat menerangi kegelapan disekitarnya, kecuali ia bersedia terbakar dan meleleh untuk menyalakan api.
Seindah apapun hidup ini, hanya akan dikagumi namun tidak meneranghi dan menyembuhkan kehidupan dalamkegelapan, sampai kita bersedia meleleh dalam kasihNyan dan menjadi persembahan yg hidup.
GBU
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar