Sabtu, 13 November 2010

Jumlah Perokok Pemula Naik Empat kali Lipat


Sabtu, 13 November 2010 | 05:58 WIB
Massa melakukan aksi demo mendukung diberlakukannya PerGub 88/ 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok. TEMPO/Subekti
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau meminta iklan rokok segera dihentikan. "Larangan total, tidak boleh ada iklan sama sekali,"ujar anggota Komnas Widyastuti Soerojo di Jakarta, Jum'at (12/11).

Menurut Widyastuti, warga yang mengkonsumsi rokok dari tahun ketahun terus meningkat. Yang semakin miris, pertambahan terjadi pada perokok usia pemula dan meningkat hampir empat kali lipat dari tahun 2001-2007. Pada usia 5-9 taun naik 0,4 persen jadi 1,9 persen. Perokok pemula usia 10-14 tahun, dari 9,5 persen naik 16 persen.

Perokok pemula yaitu anak-anak di bawah usia 15 tahun ini dengan tingkat pendidikan rendah/tidak tamat sekolah meningkat 13,5 persen. Sebelumnya yang tamat perguruan tinggi hanya 8,5 persen.
Dari kelompok pendapat, pendapatan paling rendah meningkat 5,6 persen, sedangkan yang pendapatan paling tinggi justru menurun 4 persen. Kelompok rentan inilah yang hendak dilindungi. "Kita tidak melarang sama sekali orang merokok, usaha industri rokok, atau mematikan petani tembakau, tidak sama sekali,"ujarnya.

Selain melarang iklan rokok, Komnas juga meminta bungkus-bungkus rokok seyogyanya diberi gambar atau peringatan yang jelas supaya masyarakat tahu bahaya merokok. Sama halnya yang dilakukan produsen dengan bungkus rokok yang mereka ekspor ke Singapura dan Malaysia.
Selain itu, hal ini juga merupakan salah satu bentuk pendidikan yang tidak mahal karena pemerintah tidak harus membayar. "Tidak ada alasan bagi industri Indonesia untuk tidak melakukan ini karena mereka sudah memproduksi dan menjualnya untuk konsumsi ekspor. Artinya, hak asasi atas info masyarakat di luar negeri sudah dihargai oleh industri rokok kita, seharusnya kita juga demikian,"ujarnya.
Soal inilah, kata Tuti, yang sedang dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) berkaitan dengan penggunaan produk atau hasil tembakau turunan dari Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.

Peneliti Lembaga FE UI Abdillah Ahsan menambahkan, pelarangan iklan rokok ini harus dilakukan karena iklannya seringkali memberi kesan dan informasi yang salah mengenai produk rokok yang sebenarnya berbahaya. "Melalui iklan, produk rokok malah terlihat sangat keren, sehingga normal untuk konsumsi,"ujarnya.

Selain pelarangan iklan rokok ini, kata dia, dua hal lain yang akan dibahas secara mendalam dalam RPP adalah kenaikan cukai rokok dan kawasan tanpa rokok. "Saat ini ada 65 juta orang mengkonsumsi rokok, dengan jumlah per batang rokok yg dikonsumsi 260 miliar batang di tahun 2010,"kata dia.

MUNAWWAROH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar