Minggu, 31 Oktober 2010

ORANG KRISTEN DAN PENDERITAAN


oleh: Ev. Antonius Steven Un, S.Kom., M.Div.
Eksposisi Mazmur 73

Hari-hari ini, banyak orang Kristen bukan saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri mengalami kesulitan khususnya akibat bencana alam, terorisme dan krisis ekonomi. Pergumulan di negara Indonesia, banyak jemaat yang mengeluh dengan mahalnya harga komoditi akibat perubahan iklim sementara penghasilan tidak bertambah. Di tengah krisis demikian, pergumulan kita menjadi tidak gampang. Bagaimanakah seharusnya orang Kristen menghadapi pergumulan?
Di dalam Alkitab, ada tiga tokoh besar yang bergumul dengan penderitaan yakni Ayub, Pemazmur 73 dan Habakuk. Dalam ketiga orang ini, mempunyai kemiripan pergumulan sekalipun modelnya bervariasi tetapi yang pasti jawaban pergumulan, perubahan dan komitmennya sama. Inilah yang kita mau belajar, khususnya dari Mazmur 73.
Bagian pertama, dari pergumulan si Pemazmur, ia akhirnya menjadi berkat bagi orang lain. Inilah paling tidak satu dari sekian banyak maksud Tuhan dalam penderitaan supaya setelah kita mendapatkan jawaban, kita menguatkan orang lain. Dalam ayat 1, si Pemazmur mengatakan “sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya”. Di sini, menandakan bahwa ia telah selesai bergumul dan menang karena dalam penderitaan itu, ia tidak menghujat Allah dan mengatai Allah itu buruk atau jahat melainkan mengakui Allah itu baik. Selain Mazmur 73, memang inilah ciri khas seluruh kitab Mazmur. Sebagaimana dikatakan John Calvin, inilah kitab yang membuka anatomi jiwa, membuka anatomi perasaan manusia. Kitab yang sangat jujur.
Ada satu ciri khas yang diungkapkan oleh Martin Llyod-Jones yakni Mazmur seringkali dimulai oleh kesimpulan dari pergumulan. Seperti Mazmur 23, seluruh kredo pergumulan Daud disimpulkan, “Tuhan adalah gembalaku, tak akan kekurangan aku”. Demikian pula di sini, ia ingin memberikan kesimpulan kepada orang percaya yang membaca refleksinya, Allah itu baik, bagi mereka yang sungguh-sungguh mengikuti Tuhan.
Selain kesimpulan, ayat 1 juga merupakan undangan. Pemazmur seolah ingin berkata, “jika saudara adalah orang percaya yang sungguh bersih dan tulus hatimu, dan engkau menderita, Mazmur ini untuk saudara. Sebuah mazmur tentang kebaikan Allah. Sekalipun saudara menderita, Allah itu baik”.
Bagian kedua, dalam Mazmur ini kita belajar bahwa orang percaya pun bukan saja bisa bergumul tetapi bahkan penuh dengan pergumulan. Tidak usah kita heran akan hal ini, karena bukan rancangan kita melainkan rancangan Tuhan yang terjadi. Kadang kita berpikir bahwa seharusnya jalannya akan begini dan begitu tetapi Tuhan mempunyai cara pikir yang berbeda.
Bergumul bukan dosa. Tuhan Yesus sendiri bergumul, bahkan bergumul dalam pencobaan. Dicobai bukan dosa. Jatuh dalam pencobaan barulah dosa. Memakai terminologi Paulus, “habis akal” bukan dosa. Putus asa barulah sesuatu yang tidak benar (2 Kor. 4:8b). Jika saudara dalam bisnis, keluarga, pendidikan mengalami habis akal, itu bukan dosa. Jangan takut. Tetapi yang harus saudara lakukan adalah tetap berpengharapan, jangan putus asa.
Saya mencatat, sejumlah pergumulan si Pemazmur. Pertama, bergumul untuk mempertahankan hati yang bersih (ayat 13). Pergumulan ini tidak gampang karena di setiap detik dan setiap inci kehidupan, godaan untuk membengkokkan hati begitu banyak dan kuat, baik dari kedagingan dalam diri, dunia, setan, dan sebagainya. Kedua, bergumul untuk setia dalam kesulitan (ayat 14). Mempertahankan hati yang bersih satu hal tetapi mempertahankan hati yang bersih dalam penderitaan adalah hal lain. Jikalau kita mengatakan “orang ini setia tapi hidupnya susah” maka konotasinya negatif. Tetapi jika kita mengatakan, “orang ini hidupnya susah tetapi ia setia” maka konotasinya lebih positif. Dan kalimat pertamalah yang muncul ketika Lukas menggambarkan Zakaria dan Elizabeth, orang tua Yohanes Pembaptis. Mereka setia tetapi mandul, tidak punya anak. Dalam pergumulan demikian, seringkali ada perbandingan dari dalam diri dan dari orang lain antara setia dan sulit. Kedua kata itu seperti bertentangan, seperti air dan minyak, sulit bertemu.
Pergumulan Pemazmur ketiga, bergumul dengan kecemburuan ketika melihat orang faik yang maju (ayat 3). Susah untuk menerima bahwa mereka yang tidak setia, hidupnya lebih lancar. Ada beberapa gambaran obyektif yang dicatat oleh Pemazmur. Dalam ayat 4a dikatakan kesakitan tidak ada mereka. Dalam bahasa asli, adalah kesakitan maut. Maksudnya, si Pemazmur melihat bahwa ada orang jahat yang sampai matinya tidak mengalami penyakit. Mati tua bukan mati sakit atau mati celaka.
Dalam ayat 4b dikatakan sehat dan gemuk tubuh mereka. Tidak semua yang sehat dan gemuk itu fasik tetapi orang fasik biasanya sehat-sehat. Bagiamana kalau pencuri atau perampok tetapi menderita penyakit stroke. Sulit dinalar. Sebaliknya, banyak orang yang setia dalam Alkitab, hidup mereka sakit-sakitan seperti Paulus, Calvin, dan sebagainya. Dalam ayat 5a dikatakan mereka tidak mengalami kesusahan manusia. Kasarnya, semua orang mengalami harga tempe dan terigu yang melambung tinggi, mereka tidak mengalaminya.
Ayat 8b dikatakan bahwa hal pemerasan mereka bicarakan dengan tinggi hati. Maksudnya, sudah dosa masih dibanggakan lagi. Ayat 12b dikatakan “mereka menambah harta benda dan senang selamanya”. Barangkali inilah gambaran yang paling menyakitkan. Orang jahat, penipu, yang bisnisnya kotor, semakin hari harta bendanya bertambah-tambah dan senang seterusnya. Sebaliknya, orang yang setia, ikut Tuhan, beriman, bisnisnya jujur, hidup bersih, malah harta benda semakin berkurang karena uang habis, tabungan habis, emas dijual, mobil dijual ganti sepeda motor, rumah yang besar dijual ganti yang kecil. Malah susah seterusnya.
Pergumulan Pemazmur yang keempat, bergumul mengalami cercaan dari orang fasik (ayat 3a, 8a, 9). Setia itu sulit. Setia dalam kesulitan lebih sulit. Setia dalam kesulitan dengan kecemburuan, tambah sulit. Sekarang, malah harus dengar caci maki. “Katanya ikut Tuhan, kok hidup susah”, “katanya anak Raja, kok ngontrak”, “katanya Allahnya yang empunya alam semesta, kok rumah saja tidak punya” dan seterusnya yang sangat menyakitkan dari orang fasik.
Pergumulan yang paling sulit dari semuanya adalah di dalam penderitaan orang setia, si Pemazmur melihat Tuhan diam dan tidak memberikan jawaban. Setidaknya kalau ia tidak mengasihi orang percaya, paling tidak mengadili orang fasik. Malah yang terlihat adalah Tuhan mengasihi orang fasik dan menghukum orang percaya, menulahi yang hatinya bersih (ayat 14).
Bagian ketiga, setelah pergumulan ini kita sekarang melihat jawaban yang diterima Pemazmur. Langkah pertama menuju jawaban adalah si Pemazmur menguasai diri. Seperti yang dinyatakan dalam 1 Petrus 4:7, kuasailah diri, jadilah tenang supaya kamu dapat berdoa. Menguasai diri memang tidak menyelesaikan persoalan apapun tetapi setidaknya tidak menambah persoalan baru supaya tidak terjadi sudah jatuh, tertimpa tangga.
Menguasai diri berarti si Pemazmur tenang, tidak emosional dan sebaliknya berpikir. Istilah “seandainya” dalam ayat 15 menandakan bahwa si Pemazmur sedang berpikir. Prinsipnya, jangan ambil keputusan penting apapun pada waktu emosi. Jangan ambil keputusan putus pacar, pindah pekerjaan, pindah kota dan sebagainya sebab pada waktu emosi, sulit berpikir dengan tenang. Bagaimana mengatakan itu kehendak Allah jika tidak berpikir dengan akal sehat? Sebab kehendak Allah tidak pernah membuang akal sehat. Melampaui akal sehat ya. Tetapi, melampaui berarti sudah pakai akal sehat masih tidak cukup.
Selain itu, menguasai diri juga berarti, sebagaimana yang dilakukan Ayub, menjaga bibirnya agar tidak berdosa. Dalam ayat 15, si pemazmur sedang berpikir, jika ia mengucapkan kalimat kekecewaan maka ia akan mengkhianati angkatan anak-anak Tuhan. Lebih baik kita mendengar perkataan dari Yakobus, janganlah cepat bicara atau cepat marah tetapi cepat mendengar supaya setelah masalah selesai kita tidak menyesal karena pernah mengucapkan kalimat yang tidak enak (1:19).
Menguasai diri juga berarti menghitung konsekuensi. Ia sedang menghitung resiko-resiko kalau ia bicara demikian maka akan mengkhianati angkatan umat Tuhan. Pada waktu kita terjepit, kita diajar untuk menguasai diri sehingga menghitung resiko agar jangan salah melangkah. Bagaimana pun terjepit tetap harus menguasai diri untuk menghitung resiko.
Bahkan yang disebut menguasai diri adalah setidaknya sampai ayat 16, Si Pemazmur puas dengan kondisi menggantung, belum ada jawaban, tetapi ia tidak memaksakan diri untuk mengambil jawaban sendiri sesuai dengan keinginan sendiri. Sabar menanti jawaban Tuhan, itulah penguasaan diri orang percaya dalam pergumulan penderitaan yang berat.
Dalam ayat 17 dikatakan bahwa ia mendapatkan jawaban ketika masuk ke tempat kudus. Konteks waktu itu adalah bahwa firman Tuhan tidak didapatkan di rumah melainkan dengan berada di rumah ibadah. Ia masuk dan memperhatikan. Perhatikan istilah “memperhatikan” dalam ayat 17. memperhatikan kesudahan orang fasik berarti ia berkonsentrasi pada waktu mendengar firman. Banyak orang percaya, sayangnya, pada waktu mereka bergumul, mereka menjauhi firman baik menjauhi ibadah maupun saat teduh. Akhirnya mereka tidak mendapatkan jawaban dan kondisinya tambah buruk.
Memperhatikan firman Tuhan adalah jawaban mutlak dalam pergumulan penderitaan. Dalam Daniel 9, dikatakan ia memperhatikan firman Tuhan melalui Yeremia. Ayub dan Habakuk juga mendapatkan jawaban dari firman Tuhan. Jika bukan firman Tuhan, apalagi jawaban bagi pergumulan kita?
Si Pemazmur mendapatkan jawaban tentang kenikmatan orang fasik dan penderitaan orang percaya adalah ketika mendengar khotbah tentang penghakiman. Lucu yah. Bagaimana bisa orang lagi susah kok mendengar firman tentang neraka? Psikologi sekuler tidak bisa menerimanya. Matthew Arnold mengatakan, kalau memperhatikan kehidupan orang harus utuh. Jangan lihat enaknya sekarang tetapi lihatlah akhiratnya. Jadi, kesimpulan Pemazmur bahwa orang fasik senang selamanya, tidak sepenuhnya benar. Itu kesimpulan emosionalnya. Yang benar adalah bahwa memang mereka kelihatan senang sekarang tetapi nanti belum tentu. Kalau kita melihat kehidupan orang benar yang senang sekarang, jangan lupa melihat masa lalunya, mungkin banyak penderitaan. Kalau kita melihat kehidupan orang fasik yang senang sekarang, jangan lupa melihat masa depannya, mungkin banyak penderitaan.
Sampai di sini, kita mendapatkan pelajaran berharga. Yang disebut dengan jawaban pergumulan itu bukan perubahan keadaan. Nanti di ayat selanjutnya juga kita lihat bahwa keadaan si Pemazmur tidak dicatat berubah. Dari tiga orang besar yang bergumul dengan penderitaan, hanya Ayub yang dicatat mengalami perubahan keadaan. Tetapi itu terjadi setelah ia mendapatkan jawaban firman yang merubah hidupnya dan membangun komitmen baru. Pemazmur dan Habakuk tidak mendapatkan perubahan keadaan tetapi perubahan hidup melalui firman. Jadi, yang disebut jawaban pergumulan bukan perubahan keadaan tetapi perubahan hidup oleh firman yang diwujudkan dengan komitmen baru. Jangan bermimpi perubahan keadaan karena itu bukan jawaban Alkitab. Namun demikian, konsep ini tidak berarti kita tidak berusaha mencari jalan keluar. Itu hal lain yang tidak kita bicarakan di sini.
Bagian terakhir, akhir dari pergumulan itu, si Pemazmur membangun komitmen baru. Ada tiga komitmen di sini. Komitmen pertama, tetap dekat dengan Tuhan dalam penderitaan (ayat 23-24). Komitmen dalam keadaan sulit (ayat 21-22) bahkan ia merasa diri dungu dan seperti hewan. Dekat itulah baru ia mendapat kekuatan. Jika ia lari dari Tuhan, di manakah jawabannya? Banyak orang Kristen waktu susah malah menjauh dari Tuhan sehingga hidup mereka tambah parah. Jika saudara menjauh, sekarang kembalilah supaya Tuhan menjawab hidup saudara!
Dalam komitmen pertama itu kemudian kita melihat pertolongan Tuhan, persis seperti menolong orang yang pingsan. Dikatakan ”Engkau memegang tangan kananku”. Kalau Alkitab menyatakan bahwa Allah memegang kita dengan tangan kananNya itu berarti kekuatan (mis. Yes. 41:10). Kalau Alkitab mengatakan Allah memegang tangan kanan kita, itu berarti kenyamanan, supaya tidak jatuh tergeletak. Setelah itu, dituntun selangkah demi selangkah menuju ke tempat yang lebih baik secara kerohanian supaya ia tidak tergelincir (bdk. Ayat 2).
Komitmen yang kedua adalah tetap mengasihi Tuhan sekalipun dalam penderitaan (ayat 25-26). Kalau komitmen pertama adalah tetap dekat Tuhan sekalipun masih merasa tidak enak atau pusing maka yang kedua ini mulai menikmati dan mengasihi Tuhan. Komitmen ketiga adalah selama-lamanya berjalan bersama Allah. NIV menerjemahkan ”adalah baik bagi ku untuk dekat dengan Allah”. Selama-lamanya, entah susah atau senang, entah mendung, hujan atau cerah tetap berjalan bersama dengan Allah. Sehingga, komitmennya adalah kasih dari hati terdalam kepada Allah, tidak tergantung kondisi enak atau tidak.
Sampai di sini, si Pemazmur menang. Puji Tuhan. Ingin menang dalam penderitaan? Jangan jauhi Tuhan dan cintailah firman-Nya. Semoga!

Ev. Antonius Steven Un, S.Kom., M.Div. adalah gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Malang, Ketua Sekolah Theologia Reformed Injili Malang (STRIM) dan peneliti pada Reformed Center for Religion and Society. Beliau meraih gelar Master of Divinity (M.Div.) dari Institut Reformed, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar