oleh: Pdt. Eddy Fances, D.Min.
Sebagai seorang yang telah ditebus oleh Kristus dan ditempatkan dalam dunia ini, seharusnya kita berpikir bahwa Allah memiliki tujuan yang mulia dalam kehidupan kita. Tujuan yang termulia adalah agar kita semua dapat mencerminkan "gambar dan rupa Allah" yang telah dipulihkan dalam Kristus. Dengan kata lain, kita akan berfungsi maksimal dalam hidup dan pelayanan di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya; yaitu mencapai "kesuksesan" menurut definisi dan ukuran Allah sendiri.
Sukses menurut definisi Allah adalah adalah sukses yang dicapai ketika di dunia ini, dengan melakukan kehendakNya, dan pada saat kematian nanti, kita disambut oleh Tuhan Allah dengan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21&23). Tidak ada kesuksesan yang melebihi pujian ini, bukan? Saya yakin tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak merindukan pujian langsung dari Allah yang Maha Pencipta, Maha Pengasih, Maha Baik an Maha Besar itu. Dua bagian Firman Tuhan di atas memberikan kita fondasi dalam hidup dan pelayanan yang sungguh sukses di mata Tuhan dan di mata manusia. Sungguh benar, dari pihak Tuhan, Dia menjanjikan kesuksesan yang sejati sebagai sesuatu yang dapat dicapai, nyata, dan sungguh membahagiakan. Sedangkan dari pihak kita, manusia, dituntut tanggung jawab yang baik dan setia dalam menggunakan apa yang sudah dipercayakan kepada kita. Tentunya hal ini akan berhasil jikalau kita bersandar penuh kepada Firman Tuhan, yang adalah satu-satunya standard iman, moral, dan aktivitas kita sehari-hari.
Sekali lagi saya ulangi, sukses bukan soal kekayaan, bukan soal sex, bukan soal kuasa, bukan soal kesehatan, bukan soal tercapainya sebuah cita-cita, bukan soal nomor satu, bukan soal bebas dari permasalahan. Bukan. Bukan soal sesuatu yang bersifat materi yang fana, melainkan sesuatu yang bernilai kekal; namun bisa dicapai ketika masih di dunia ini. Inilah anugerah yang besar. Dengan karunia yang Tuhan titipkan kepada kita ketika masih hidup di dunia dengan waktu yang terbatas dan fana ini, kita diberikan kesempatan untuk menghasilkan sukses yang bersifat kekal, tidak terbatas dan baka. Fondasi kesuksesan ini sesungguhnya bukan bersifat eksternal, melainkan internal. Bukan soal materi atau sesuatu lain yang lahiriah; melainkan lebih soal batiniah. Soal karakter yang internal, namun bisa dinyatakan dalam hidup dan pelayanan yang eksternal dan nyata. Selanjutnya saya akan membagikan tujuh karakter utama sukses yang sejati, yang merupakan modal utama dalam membangun sukses di dunia dan di akhirat.
1. Integritas
Sebagian orang sukses di dunia ini dikenal dengan ketidak-jujurannya. Sebagian lagi sungguh telah mengkombinasikan kesuksesan dan kejujuran. Kita harus berani jujur dan berpegang pada kebenaran dan prinsip walaupun kadangkala merasa dirugikan. Integritas sebenarnya jauh melampaui apa yang disebutkan sebagai kejujuran. Integritas adalah sebuah karakter yang di dalamnya terdapat hati yang tulus, jujur, berani membayar harga atau mengambil resiko demi mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keadilan. Integritas juga mencakup semua aspek kehidupan secara utuh dan satu. Tidak ada karakter yang lebih penting daripada sebuah integritas karena ia merupakan modal utama untuk mencapai kesuksesan baik dalam hidup, karier, pelayanan, dan dalam membangun relasi dengan sesama manusia. Setiap orang yang sudah percaya kepada Kristus ibarat ciptaan yang baru dalam Kristus yang akan tarus dibentuknya agar mencerminkan karakter Tuhan sendiri. Dengan demikian dunia akan melihat refleksi Kristus dalam diri orang percaya. Rasul Paulus menuliskan Firman Tuhan, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2Kor. 5:17).
Tahukah Saudara bahwa piano yang paling baik dan mahal harganya adalah piano Steinway? Keberhasilan piano ini duduk pada tingkat paling atas karena pembuatannya yang unik dan khusus. Lebih kurang 143 tahun yang lalu Henry Steinway menyewa 200 orang seniman dan para ahli di bidang perkayuan untuk dikombinasikan dalam pembuatan piano Steinway yang pertama. Mereka berhasil membuat bagian-bagian dari piano itu yanag terdiri dari 12.000 potongan. Bagian yang paling penting dan sulit adalah proses pembuatan bagian yang melengkung dengan menyatukan 18 lapisan kayu 'maple' yang panjangnya kira-kira 7 meter; lalu ditekan dengan tekanan tinggi dan dilengkungkan dengan mesin yang khusus dalam suhu tertentu. Proses ini menghasilkan bentuk dari sebuah "grand piano" yang diisi dengan tali senar piano yang panjangnya bervariasi. Selanjutnya harus digosok dan dipernis dengan kualitas yang terbaik sebanyak lima lapisan yang kesemuanya dikerjakan dengan tangan, agar bisa menghasilkan piano yang berkilauan penampilannya. Setelah itu dimasukkan dalam Ruangan Pemukul di mana 88 kunci piano dikerjakan secara teliti dan diuji sampai 10.000 kali untuk kemudian dipasang dengan sangat hati-hati sehingga hasil akhirnya sungguh-sungguh halus dan sempurna tanpa cacat.
Ibarat piano Stenway yang terkenal dan mahal harganya karena 'integritasnya' yang tinggi, demikian pulalah orang yang sukses di dunia dan di akhirat memiliki intergritas yang tinggi, yang mencerminkan kehidupan dan pelayanan Kristus di dunia ini. Janganlah Anda pernah 'menjual' integritas Anda dengan harta kekayaan walalupun jumlahnya sebesar bola dunia. Ibarat Yudas Iskariot yang menjual Tuhan Yesus dengan 30 keping perak dan akhirnya gagal dan mati bunuh diri, demikianlah orang yang tidak berintegritas suatu saat akan terjatuh dan gagal total.
2. Disiplin
Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari berapa banyak sumber alamnya. Lihatlah Jepang yang penuh dengan tanah bergunung batu dengan sumber alam yang amat minim. Namun ia menjadi negara yang sangat sukses dalam teknologi, ekonomi, dan industri, bahkan dalam pertanian modern. Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari usianya. Lihatlah Australia, Canada, dan Amerika yang usianya jauh lebih muda dari India dan Mesir. Namun negara tersebut jauh lebih maju dan sukses dibandingkan dengan India dan Mesir. Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari luas wilayahnya. Lihatlah misalnya Singapura dan Swiss yang sempit, namun banyak orang kaya yang menyimpan tabungan mereka di negara tersebut. Bagaimana dengan Indonesia? Kita memiliki wilayah yang luas dan sumber alam yang berlimpah, namun dapatkah Indonesia digolongkan sebagai negara sukses? Mengapa negara-negara yang kita sebutkan diatas bisa disebut sukses? Apa rahasianya? Kata kuncinya adalah disiplin. Ya. Disiplin dalam banyak hal – penggunaan waktu, energi, hukum, pendidikan, dan berbagai aspek lainnya.
Untuk sukses kita harus bekerja lebih rajin dan lebih keras. Jikalau kita bangun lebih pagi satu jam dari biasanya setiap pagi, kita akan memiliki 365 jam setahun lebih daripada orang lain untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih baik, efektif, kreatif, dan produktif. Untuk berdisiplin seseorang perlu membayar harga dengan "memaksa diri" terlebih dahulu hingga akhirnya menemukan bahwa disiplin itu adalah sebuah harta yang perlu dikejar dan dijalankan dengan baik dan teratur daripada sesuatu yang ditunggu-tunggu. Tentunya sekali lagi, harus ada keseimbangan yang baik dan bijaksana. Bukan asal kerja keras, ngotot, dan memaksa diri yang mengakibatkan dampak-dampak yang negatif. Sebenarnya hidup disiplin itu tidak harus hanya dalam bekerja dan berproduksi. Dalam hal-hal lain yang membuat rileks pun, disiplin tidak kalah pentingnya. Misalnya: waktu untuk keluarga, olah raga, piknik, dan lain sebagainya. Orang yang menjaga disiplin secara seimbang dalam semua aspek hidup ini akan mendapatkan kesukesan secara seimbang pula.
Saya mendengar kesaksian tentang Johan (bukan nama sebenarnya), seorang pemuda Kristen yang setia beribadah, hidup bahagia dengan istri dan anak-anaknya, dan setia melayani Tuhan dalam Komisi Sekolah Minggu Anak-Anak. Suatu hari ia ditawari pekerjaan baru dengan gaji dua kali lipat plus bonus mobil baru dan rumah dinas. Tanpa berpikir panjang Johan menerima tawaran pekerjaan baru itu dengan syarat bersedia msuk kantor jam berapa saja dan kerja lembur jika diminta oleh boss. Bulan pertama dijalani dengan baik dan normal. Bulan kedua bertambah sibuk karena jam kerja yang panjang plus sering lembur pada akhir pekan. Berulang kali janji yang sudah dibuat untuk acara keluarga dibatalkan. Istri dan anak-anak mulai merasakan kekecewaan. Bulan-bulan ternyata bertambah buruk karena hari Minggu juga sering dipakai untuk kerja lembur. Akibatnya ibadah Johan dan pelayanannya terganggu sama sekali. Mau tidak mau ia harus absen dari ibadah dan membatalkan pelayanan demi pekerjaan yang memang menghasilkan uang yang lebih banyak.
Apakah Johan dan keluarganya lebih bahagia dengan uang dan fasilitas yang lebih limpah? Tidak. 100% tidak. Istrinya sering merasakan kesepian karena Johan jarang sering pulang malam dan ke luar kota. Anak-anak merasa kehilangan tokoh ayah yang bisa diajak berkomunikasi, tempat meminta nasihat, bermain bersama, bersenda gurau, dan belajar bertumbuh dalam banyak hal. Johan sendiri merasakan kelelahan fisik karena volume kerja yang tidak normal dan kurang istirahat. Jiwanya terasa kering karena tidak ada waktu berdoa, membaca Firman, beribadah, bersekutu dan melayani. Hidupnya sesungguhnya hanya untuk bekerja dan bekerja dan bekerja tanpa mendapatkan kepuasan dalam aspek-aspek lainnya.
Akhirnya Johan sadar bahwa dirinya telah menjadi budak pekerjaan dan budak uang. Hidupnya telah dikontrol oleh uang yang telah menutup mata hati dan pikirannya sehingga ia kehilangan banyak berkat Tuhan dan kebahagiaan yang tidak mungkin dibeli dengan uang. Dengan hikmat dan kekuatan dari Tuhan Johan berani mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan yang telah membuatnya "keluar dari jalur" sesuai dengan Firman Tuhan. Kini Johan dan keluarganya kembali menikmati hidup yang bahagia dan penuh berkat dalam segala aspek yang ada. Tuhan telah menyadarkannya hingga ia kembali ke jalur yang benar, yaitu jalur Tuhan.
Sekali lagi, disiplin yang menbuat seseorang lebih rajin dan lebih bekerja keras tentunya tidak sama dengan keserakahan yang tidak pernah puas dengan apa yang dikaruniakan Tuhan. Keserakahan dapat membuat orang lupa diri, disilpin menyadarakan seseorang akan keterbatasan dirinya. Keserakahan membuat orang tidak tahu bersyukur, disiplin membuat seseorang senantiasa rendah hati dan beryukur atas karunia Tuhan. Alkitab memberikan peringatan secara serius, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (Ibr. 13:5a; 1Tim. 6:10). Orang yang sukses adalah orang yang memiliki disiplin dalam kerangka dan pagar kebenaran Firman Tuhan.
3. Cinta Kasih
Cinta kasih adalah karakter selanjtunya yang harus dimiliki seseorang yang nginhidupnya sukses di dunia dan akhirat. Cinta kasih ini bukan sembarang cinta kasih, namun cinta yang diterimanya dari Kristus yang sudah rela mati baginya diatas kayu salib di Golgota. Kasih yang rela berkorban, kasih yang tidak mementingkan diri, kasih yang membayar 'harga mahal', kasih yang ilahi, kasih yang tak bersyarat. Rasul Paulus menuliskan karakter kasih ini dalam suratnya kepada jemaat Korintus yang sedang berselisih dan bertengkar. Dia ingin mereka mengajar karakter ini sebagai 'alat' yang memulihkan luka-luka perselisihan dan membangun kembali hidup yang sukses dan berkenan kepada Allah. Dia sebutkan bahwa kasih itu, "sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan." (1Kor. 13:4-8a).
Cinta kasih yang sedemikian dapat menjadi alat yang memberikan kestabilan emosi kepada seseorang. Dengan demikian dia akan terhindar dari sifat keserakahan, pemarah, keras kepala, otoriter, dan kasar. Untuk mendapatkan cinta kasih ini, sekali lagi diulangi, seseorang harus terlebih dahulu mengalami cinta kasih Kristus dari Kalvari. Kasih Kristus itulah yang memotivasi, dan memacu emosinya untuk berbelas kasih dan berbuat kasih yang nyata kepada orang lain. Dengan senantiasa mengingat kasih Kristus yang dinyatakan-Nya di atas kayu salib, hati kita akan diluluhkan dan dibentuk agar menyerupai Kristus. Jikalau kita membangun relasi kita dengan orang lain dengan cinta kasih dari Kristus, pastilah kehadiran kita senantiasa menjadi berkat yang membangun semangat orang lain, dan mendorong orang lain untuk hidup dengan saling mengasihi. Hasilnya, kebencian, dendam, iri hati, marah, dan hati yang egois akan lenyap dan digantikan dengan sukacita, damai, dan kebahagiaan. Dengan demikian kesuksesan yang sejati akan tercapai dengan nyata pula.
Sekelompok anak muda yang menamakan diri "Ketupat Agape" (Kelompok Tukar Pendapat Agape) berkumpul bersama di senuah kolam renang sambil makan-makan dan berdiskusi. Topik diskusi sesuai dengan nama kelompoknya yaitu tentang "agape" (kasih ilahi). Si A memulai percakapan dengan menanyakan apa itu definisi kasih ilahi. Si B mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa kasih adalah sebuah kata benda yang perlu dijelaskan secara vertikal. Si C meramaikan diskusi dengan mempersoalkan apakah perlu menjabarkan kasih secara vertikal atau horizontal, atau sirkular, dls. "Yang penting kan kasih itu sesuatu yang ada di dalam hati kita", lanjutnya dengan semangat. Si D menambahkan: "Bagi saya kasih itu yang penting bertujuan baik, lepas dari caranya bagaimana, definisinya apa, yang penting untuk kebaikan." Si E tak mau kalah. Dia menangkis: "Lho, tetapi kebaikan itu kan relatif dan subjektif. Ukurannya apa dong?"
Sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba seorang anak kecil yang kira-kira berumur 4 tahun terjatuh ke dalam kolam renang. Tangannya mengapai-gapai sambil mulutnya mulai meminum air. Si A berteriak: "Hei, anak siapa itu?" Si B menyahut: "Siapa yang pintar berenang?" Si C ikut berdiri namun hanya berteriak: "Panggil orang tuanya dong!" "Gawat, dia mulai tenggelam", kata si D sambil menunjuk kepada si anak. Tiba-tiba, "byuuurrrr." Salah seorang anggota ketupat melompat ke dalam kolam dan menolong sang anak dan membawanya ke pinggir kolam. Selamatlah dia dari ancaman maut. "Wow, siapa itu yang menolong?", tanya si E antusias. Ternyata dia bernama "Agapao", anggota ketupat yang sejak tadi belum bersuara dalam diskusi kasih, namun telah mempraktikkan kasih yang nyata. Kasih itu sesungguhnya adalah 'kata kerja' yang aktif dan dinamis. Bukan kata benda yang pasif dan mati.
Alkitab menyaksikan bahwa kasih Allah menjadi nyata ketika diberikanNya Anak-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus, menjadi pendamaian bagi dosa-dosa kita (baca: 1Yoh. 4:9-10). Demikianlah setiap orang kepunyaan Allah juga diperintahkan untuk mengasihi dengan kasih yang sudah diterima dari Allah. Yakni kasih yang aktif, dinamis, yang rela memberi bahkan berani berkorban, yang berani mengamnbil resiko, berani membayar harga yang mahal. Rasul Yohanes menuliskan, "Di dalam kasih tidak ada ketakutan; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1Yoh. 4:18). Adakah sesuatu yang menghalangi Anda mempraktikkan cinta kasih dari Kristus untuk membangun, melayani, dan menlong orang lain? Kalahkan kekuatiran, ketakutan, dan keraguan Anda sekarang juga! Dan mulailah mengasihi secara nyata dan secara maksimal.
4. Fleksibel
Seorang yang sukses adalah seorang yang dapat membaca situasi, kondisi, dan tantangan dengan sigap. Selain itu ia dapat segera mengadaptasi, mengubah kondisi dan mengantisipasi segala hal dengan baik pula. Bagi dia perubahan itu baik, bukan menakutkan, asalkan sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Sesungguhnya orang percaya yang sudah ditebus Kristus akan menampakkan "perubahan" yang dikerjakan oleh kuasa Roh Kudus dalam dirinya yang mengubahnya ke arah yang baik, benar, dan adil. Inilah yang disebut dengan "proses pengudusan." Selain itu dia juga berfungsi sebagai "agen perubahan" yang membawa dampak yang positif – baik, benar, dan adil bagi lingkungan dan sesamanya. Namun bukan secara paksa, melainkan secara fleksibel, yaitu: dengan arif, kreatif, efektif, dan produktif, tanpa harus mengorbankan Firman Tuhan (kebenaran) yang mutlak dan tidak berubah.
Fleksibel tidak sama dengan kompromi. Orang yang feksibel adalah orang toleran – artinya dia dapat menerima perbedaan pendapat dan perbedaan lainnya dari orang lain. Dia menghargai perbedaan, namun tidak harus menjadi "serupa" dengan orang lain. Orang yang kompromis adalah orang yang tidak memiliki pendirian dan prinsip kebenaran. Dia berubah-ubah sesuai "arus" yang ada. Dia bersedia menjual 'kebenaran' untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Orang yang fleksibel jelas harus toleran, namun tidak menjadi kompromis.
Coba perhatikan contoh cerita di bawah ini. Suatu kali seorang pejabat mencari seorang sekretaris pribadi yang akan membantu dalam menjalankan tugas-tugasnya. Datanglah tiga pelamar yang mendaftarkan diri. Lalu diadakanlah wawancara. Si A masuk ke kantor sang pejabat. Lalu kepadanya diajukkan sebuah pertanyaan: "Berapa dua dikali dua?" Si A menjawab tegas dan sigap: "Empat pak!" Sang pejabat berkata dalam pikirannya: "Wah, orang ini tegas dan berwibawa, dia tidak bisa diajak kompromi. Pasti kelak akan merepotkan saya." Lalu dia berkata kepada A: "Kamu tidak diterima, keluarlah!" Lalu masuklah B dan ditanyakan pertanyaan yang sama: "Berapa dua dikali dua?" B berpikir sebentar: "Tadi A jawab empat tidak diterima." Kemudian dia menjawab: "Tiga pak!" Sang pejabat berkata dalam hatinya: "Wah, ini manusia licik, saya kelak bisa ditipunya!" Kemudian dia berkata kepada B: "Kamu tidak diterima, pulanglah!" Akhirnya masuklah si C. Ditanyakan pertanyaan yang sama. C berkata dalam hatinya: "A jawab empat ditolak, B jawab tiga juga ditolak." Lalu dia menjawab pejabat itu: "Terserah bapak sajalah. Asal bapak senang!" Sang pejabat berkata dalam hatinya: "Ini yang saya cari!" Akhirnya si C yang diterima.
Inilah salah satu contoh dunia kita sekarang. Dunia yang tidak mengenal Allah ingin kehidupan yang kompromistis, yang tanpa ukuran absolut, yang bisa sesuka-sukanya. Orang-orang sedemkian nampaknya seperti sukses, namun sesungguhnya sedang menuju ke lobang kegagalan yang mengerikan. Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa seluruh hidup kita adalah milik Kristus, bukan milik sendiri atau milik dunia. Sebab itu kita tidak bisa sembarangan dengan hidup ini. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1Kor. 6:19-20). Istilah "tubuh" di sini sama dengan seluruh aspek dalam hidup ini. Konsep yang sama diajukan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Rm. 12:1-2). Perubahan yang dimaksudkan di sini tentunya perubahan dalam kerangka dan pagar "kehendak Allah" yaitu yang baik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Fleksibilitas yang membuat seseorang semakin mencerminkan refleksi hidup dan pelayanan Kristus.
5. Pantang Putus Asa:
Pantang berputus asa adalah sebuah karakter yang amat penting, berharga, dan amat menentukan dalam perjalanan sukses di dunia dan di akhirat. Suatu karakter yang percaya sepenuhnya kepada karya Allah yang Maha Baik dan Maha Bijaksana. Mereka yang sukses hari ini adalah mereka yang tetap bangun lagi setelah terpukul, terjatuh, dan gagal. Bagi mereka kegagalan atau kejatuhan senantiasa dilihat sebagai "jalan baru" menuju sukses, atau sebagai "batu lompatan" menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Bukan sebagai "batu sandungan" yang menjatuhkan dan mendatangkan keterpurukan tanpa dapat bangkit kembali. Bukan! Sebaliknya sebagai "alat pendidikan" yang mengajar dan menolongnya agar bisa maju dan sukses dengan lebih gemilang secara progresif dan dinamis. Orang yang pantang berputus asa tahu bahwa Allah akan memberikan kekuatan baru dan berkat baru sesuai dengan janji-Nya di dalam segala situasi dan kondisi. Walaupun menurut ukuran manusia, hal itu kurang menguntungkan, namun dengan mata iman dia melihat bahwa Allah dapat mengubahnya 180 derajat hingga menjadi sesuatu yang indah, baik, dan berhasil.
Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup, dinamis, dan terus bekerja tanpa henti untuk membentuk anak-anak-Nya agar semakin menyerupai Kristus dalam seluruh aspek hidup dan pelayanan kita demi menjadi kemuliaan bagi NamaNya dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dia tidak pernah menjanjikan bahwa seluruh proses perjalanan itu akan mulus, lancar, tanpa tantangan dan kesulitan. Tidak, melainkan dia menjanjikan untuk terus 'menambahkan energi-Nya' demi mendatangkan kebaikan bagi anak-anakNya. Perhatikan tulisan rasul Paulus, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara." (Roma 8:28-29). Ungkapan kunci dalam ayat diatas adalah, "Allah turut bekerja." Hal ini tidak berarti Allah turut mendatangkan penderitaan, kejatahan, dan kesulitan bila hal itu menimpa. Tidak! Karena pada diri Allah hanya ada natur kebaikan, kasih, dan kesucian. Segala yang jahat datangnya dari Iblis dan perbuatan dosa manusia. "Allah turut bekerja" berarti "Allah akan menambahkan energi-Nya" – kuasa-Nya, hikmat-Nya, karya-Nya, dan kasih-Nya – untuk mengubah yang tidak baik, yang gagal, yang terjatuh, dan penderitaan, dan kesusahan lainnya menjadi "kebaikan" bagi anak-anak-Nya yang mengasihi Dia. Ungkapan kedua yang penting dalam ayat diatas adalah "menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya." Ini menjadi tujuan akhir yang akan dicapai dlaam proses perjalanan hidup dan pelayanan orang-orang yang percaya. Mereka yang ingin hidup dan pelayanannya sukses di dunia dan dia akhirat akan berpegang teguh kepada janji Tuhan diatas untuk memimpin seluruh hidupnya.
Sebagai seorang yang telah ditebus oleh Kristus dan ditempatkan dalam dunia ini, seharusnya kita berpikir bahwa Allah memiliki tujuan yang mulia dalam kehidupan kita. Tujuan yang termulia adalah agar kita semua dapat mencerminkan "gambar dan rupa Allah" yang telah dipulihkan dalam Kristus. Dengan kata lain, kita akan berfungsi maksimal dalam hidup dan pelayanan di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya; yaitu mencapai "kesuksesan" menurut definisi dan ukuran Allah sendiri.
Sukses menurut definisi Allah adalah adalah sukses yang dicapai ketika di dunia ini, dengan melakukan kehendakNya, dan pada saat kematian nanti, kita disambut oleh Tuhan Allah dengan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21&23). Tidak ada kesuksesan yang melebihi pujian ini, bukan? Saya yakin tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak merindukan pujian langsung dari Allah yang Maha Pencipta, Maha Pengasih, Maha Baik an Maha Besar itu. Dua bagian Firman Tuhan di atas memberikan kita fondasi dalam hidup dan pelayanan yang sungguh sukses di mata Tuhan dan di mata manusia. Sungguh benar, dari pihak Tuhan, Dia menjanjikan kesuksesan yang sejati sebagai sesuatu yang dapat dicapai, nyata, dan sungguh membahagiakan. Sedangkan dari pihak kita, manusia, dituntut tanggung jawab yang baik dan setia dalam menggunakan apa yang sudah dipercayakan kepada kita. Tentunya hal ini akan berhasil jikalau kita bersandar penuh kepada Firman Tuhan, yang adalah satu-satunya standard iman, moral, dan aktivitas kita sehari-hari.
Sekali lagi saya ulangi, sukses bukan soal kekayaan, bukan soal sex, bukan soal kuasa, bukan soal kesehatan, bukan soal tercapainya sebuah cita-cita, bukan soal nomor satu, bukan soal bebas dari permasalahan. Bukan. Bukan soal sesuatu yang bersifat materi yang fana, melainkan sesuatu yang bernilai kekal; namun bisa dicapai ketika masih di dunia ini. Inilah anugerah yang besar. Dengan karunia yang Tuhan titipkan kepada kita ketika masih hidup di dunia dengan waktu yang terbatas dan fana ini, kita diberikan kesempatan untuk menghasilkan sukses yang bersifat kekal, tidak terbatas dan baka. Fondasi kesuksesan ini sesungguhnya bukan bersifat eksternal, melainkan internal. Bukan soal materi atau sesuatu lain yang lahiriah; melainkan lebih soal batiniah. Soal karakter yang internal, namun bisa dinyatakan dalam hidup dan pelayanan yang eksternal dan nyata. Selanjutnya saya akan membagikan tujuh karakter utama sukses yang sejati, yang merupakan modal utama dalam membangun sukses di dunia dan di akhirat.
1. Integritas
Sebagian orang sukses di dunia ini dikenal dengan ketidak-jujurannya. Sebagian lagi sungguh telah mengkombinasikan kesuksesan dan kejujuran. Kita harus berani jujur dan berpegang pada kebenaran dan prinsip walaupun kadangkala merasa dirugikan. Integritas sebenarnya jauh melampaui apa yang disebutkan sebagai kejujuran. Integritas adalah sebuah karakter yang di dalamnya terdapat hati yang tulus, jujur, berani membayar harga atau mengambil resiko demi mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keadilan. Integritas juga mencakup semua aspek kehidupan secara utuh dan satu. Tidak ada karakter yang lebih penting daripada sebuah integritas karena ia merupakan modal utama untuk mencapai kesuksesan baik dalam hidup, karier, pelayanan, dan dalam membangun relasi dengan sesama manusia. Setiap orang yang sudah percaya kepada Kristus ibarat ciptaan yang baru dalam Kristus yang akan tarus dibentuknya agar mencerminkan karakter Tuhan sendiri. Dengan demikian dunia akan melihat refleksi Kristus dalam diri orang percaya. Rasul Paulus menuliskan Firman Tuhan, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2Kor. 5:17).
Tahukah Saudara bahwa piano yang paling baik dan mahal harganya adalah piano Steinway? Keberhasilan piano ini duduk pada tingkat paling atas karena pembuatannya yang unik dan khusus. Lebih kurang 143 tahun yang lalu Henry Steinway menyewa 200 orang seniman dan para ahli di bidang perkayuan untuk dikombinasikan dalam pembuatan piano Steinway yang pertama. Mereka berhasil membuat bagian-bagian dari piano itu yanag terdiri dari 12.000 potongan. Bagian yang paling penting dan sulit adalah proses pembuatan bagian yang melengkung dengan menyatukan 18 lapisan kayu 'maple' yang panjangnya kira-kira 7 meter; lalu ditekan dengan tekanan tinggi dan dilengkungkan dengan mesin yang khusus dalam suhu tertentu. Proses ini menghasilkan bentuk dari sebuah "grand piano" yang diisi dengan tali senar piano yang panjangnya bervariasi. Selanjutnya harus digosok dan dipernis dengan kualitas yang terbaik sebanyak lima lapisan yang kesemuanya dikerjakan dengan tangan, agar bisa menghasilkan piano yang berkilauan penampilannya. Setelah itu dimasukkan dalam Ruangan Pemukul di mana 88 kunci piano dikerjakan secara teliti dan diuji sampai 10.000 kali untuk kemudian dipasang dengan sangat hati-hati sehingga hasil akhirnya sungguh-sungguh halus dan sempurna tanpa cacat.
Ibarat piano Stenway yang terkenal dan mahal harganya karena 'integritasnya' yang tinggi, demikian pulalah orang yang sukses di dunia dan di akhirat memiliki intergritas yang tinggi, yang mencerminkan kehidupan dan pelayanan Kristus di dunia ini. Janganlah Anda pernah 'menjual' integritas Anda dengan harta kekayaan walalupun jumlahnya sebesar bola dunia. Ibarat Yudas Iskariot yang menjual Tuhan Yesus dengan 30 keping perak dan akhirnya gagal dan mati bunuh diri, demikianlah orang yang tidak berintegritas suatu saat akan terjatuh dan gagal total.
2. Disiplin
Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari berapa banyak sumber alamnya. Lihatlah Jepang yang penuh dengan tanah bergunung batu dengan sumber alam yang amat minim. Namun ia menjadi negara yang sangat sukses dalam teknologi, ekonomi, dan industri, bahkan dalam pertanian modern. Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari usianya. Lihatlah Australia, Canada, dan Amerika yang usianya jauh lebih muda dari India dan Mesir. Namun negara tersebut jauh lebih maju dan sukses dibandingkan dengan India dan Mesir. Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari luas wilayahnya. Lihatlah misalnya Singapura dan Swiss yang sempit, namun banyak orang kaya yang menyimpan tabungan mereka di negara tersebut. Bagaimana dengan Indonesia? Kita memiliki wilayah yang luas dan sumber alam yang berlimpah, namun dapatkah Indonesia digolongkan sebagai negara sukses? Mengapa negara-negara yang kita sebutkan diatas bisa disebut sukses? Apa rahasianya? Kata kuncinya adalah disiplin. Ya. Disiplin dalam banyak hal – penggunaan waktu, energi, hukum, pendidikan, dan berbagai aspek lainnya.
Untuk sukses kita harus bekerja lebih rajin dan lebih keras. Jikalau kita bangun lebih pagi satu jam dari biasanya setiap pagi, kita akan memiliki 365 jam setahun lebih daripada orang lain untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih baik, efektif, kreatif, dan produktif. Untuk berdisiplin seseorang perlu membayar harga dengan "memaksa diri" terlebih dahulu hingga akhirnya menemukan bahwa disiplin itu adalah sebuah harta yang perlu dikejar dan dijalankan dengan baik dan teratur daripada sesuatu yang ditunggu-tunggu. Tentunya sekali lagi, harus ada keseimbangan yang baik dan bijaksana. Bukan asal kerja keras, ngotot, dan memaksa diri yang mengakibatkan dampak-dampak yang negatif. Sebenarnya hidup disiplin itu tidak harus hanya dalam bekerja dan berproduksi. Dalam hal-hal lain yang membuat rileks pun, disiplin tidak kalah pentingnya. Misalnya: waktu untuk keluarga, olah raga, piknik, dan lain sebagainya. Orang yang menjaga disiplin secara seimbang dalam semua aspek hidup ini akan mendapatkan kesukesan secara seimbang pula.
Saya mendengar kesaksian tentang Johan (bukan nama sebenarnya), seorang pemuda Kristen yang setia beribadah, hidup bahagia dengan istri dan anak-anaknya, dan setia melayani Tuhan dalam Komisi Sekolah Minggu Anak-Anak. Suatu hari ia ditawari pekerjaan baru dengan gaji dua kali lipat plus bonus mobil baru dan rumah dinas. Tanpa berpikir panjang Johan menerima tawaran pekerjaan baru itu dengan syarat bersedia msuk kantor jam berapa saja dan kerja lembur jika diminta oleh boss. Bulan pertama dijalani dengan baik dan normal. Bulan kedua bertambah sibuk karena jam kerja yang panjang plus sering lembur pada akhir pekan. Berulang kali janji yang sudah dibuat untuk acara keluarga dibatalkan. Istri dan anak-anak mulai merasakan kekecewaan. Bulan-bulan ternyata bertambah buruk karena hari Minggu juga sering dipakai untuk kerja lembur. Akibatnya ibadah Johan dan pelayanannya terganggu sama sekali. Mau tidak mau ia harus absen dari ibadah dan membatalkan pelayanan demi pekerjaan yang memang menghasilkan uang yang lebih banyak.
Apakah Johan dan keluarganya lebih bahagia dengan uang dan fasilitas yang lebih limpah? Tidak. 100% tidak. Istrinya sering merasakan kesepian karena Johan jarang sering pulang malam dan ke luar kota. Anak-anak merasa kehilangan tokoh ayah yang bisa diajak berkomunikasi, tempat meminta nasihat, bermain bersama, bersenda gurau, dan belajar bertumbuh dalam banyak hal. Johan sendiri merasakan kelelahan fisik karena volume kerja yang tidak normal dan kurang istirahat. Jiwanya terasa kering karena tidak ada waktu berdoa, membaca Firman, beribadah, bersekutu dan melayani. Hidupnya sesungguhnya hanya untuk bekerja dan bekerja dan bekerja tanpa mendapatkan kepuasan dalam aspek-aspek lainnya.
Akhirnya Johan sadar bahwa dirinya telah menjadi budak pekerjaan dan budak uang. Hidupnya telah dikontrol oleh uang yang telah menutup mata hati dan pikirannya sehingga ia kehilangan banyak berkat Tuhan dan kebahagiaan yang tidak mungkin dibeli dengan uang. Dengan hikmat dan kekuatan dari Tuhan Johan berani mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan yang telah membuatnya "keluar dari jalur" sesuai dengan Firman Tuhan. Kini Johan dan keluarganya kembali menikmati hidup yang bahagia dan penuh berkat dalam segala aspek yang ada. Tuhan telah menyadarkannya hingga ia kembali ke jalur yang benar, yaitu jalur Tuhan.
Sekali lagi, disiplin yang menbuat seseorang lebih rajin dan lebih bekerja keras tentunya tidak sama dengan keserakahan yang tidak pernah puas dengan apa yang dikaruniakan Tuhan. Keserakahan dapat membuat orang lupa diri, disilpin menyadarakan seseorang akan keterbatasan dirinya. Keserakahan membuat orang tidak tahu bersyukur, disiplin membuat seseorang senantiasa rendah hati dan beryukur atas karunia Tuhan. Alkitab memberikan peringatan secara serius, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (Ibr. 13:5a; 1Tim. 6:10). Orang yang sukses adalah orang yang memiliki disiplin dalam kerangka dan pagar kebenaran Firman Tuhan.
3. Cinta Kasih
Cinta kasih adalah karakter selanjtunya yang harus dimiliki seseorang yang nginhidupnya sukses di dunia dan akhirat. Cinta kasih ini bukan sembarang cinta kasih, namun cinta yang diterimanya dari Kristus yang sudah rela mati baginya diatas kayu salib di Golgota. Kasih yang rela berkorban, kasih yang tidak mementingkan diri, kasih yang membayar 'harga mahal', kasih yang ilahi, kasih yang tak bersyarat. Rasul Paulus menuliskan karakter kasih ini dalam suratnya kepada jemaat Korintus yang sedang berselisih dan bertengkar. Dia ingin mereka mengajar karakter ini sebagai 'alat' yang memulihkan luka-luka perselisihan dan membangun kembali hidup yang sukses dan berkenan kepada Allah. Dia sebutkan bahwa kasih itu, "sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan." (1Kor. 13:4-8a).
Cinta kasih yang sedemikian dapat menjadi alat yang memberikan kestabilan emosi kepada seseorang. Dengan demikian dia akan terhindar dari sifat keserakahan, pemarah, keras kepala, otoriter, dan kasar. Untuk mendapatkan cinta kasih ini, sekali lagi diulangi, seseorang harus terlebih dahulu mengalami cinta kasih Kristus dari Kalvari. Kasih Kristus itulah yang memotivasi, dan memacu emosinya untuk berbelas kasih dan berbuat kasih yang nyata kepada orang lain. Dengan senantiasa mengingat kasih Kristus yang dinyatakan-Nya di atas kayu salib, hati kita akan diluluhkan dan dibentuk agar menyerupai Kristus. Jikalau kita membangun relasi kita dengan orang lain dengan cinta kasih dari Kristus, pastilah kehadiran kita senantiasa menjadi berkat yang membangun semangat orang lain, dan mendorong orang lain untuk hidup dengan saling mengasihi. Hasilnya, kebencian, dendam, iri hati, marah, dan hati yang egois akan lenyap dan digantikan dengan sukacita, damai, dan kebahagiaan. Dengan demikian kesuksesan yang sejati akan tercapai dengan nyata pula.
Sekelompok anak muda yang menamakan diri "Ketupat Agape" (Kelompok Tukar Pendapat Agape) berkumpul bersama di senuah kolam renang sambil makan-makan dan berdiskusi. Topik diskusi sesuai dengan nama kelompoknya yaitu tentang "agape" (kasih ilahi). Si A memulai percakapan dengan menanyakan apa itu definisi kasih ilahi. Si B mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa kasih adalah sebuah kata benda yang perlu dijelaskan secara vertikal. Si C meramaikan diskusi dengan mempersoalkan apakah perlu menjabarkan kasih secara vertikal atau horizontal, atau sirkular, dls. "Yang penting kan kasih itu sesuatu yang ada di dalam hati kita", lanjutnya dengan semangat. Si D menambahkan: "Bagi saya kasih itu yang penting bertujuan baik, lepas dari caranya bagaimana, definisinya apa, yang penting untuk kebaikan." Si E tak mau kalah. Dia menangkis: "Lho, tetapi kebaikan itu kan relatif dan subjektif. Ukurannya apa dong?"
Sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba seorang anak kecil yang kira-kira berumur 4 tahun terjatuh ke dalam kolam renang. Tangannya mengapai-gapai sambil mulutnya mulai meminum air. Si A berteriak: "Hei, anak siapa itu?" Si B menyahut: "Siapa yang pintar berenang?" Si C ikut berdiri namun hanya berteriak: "Panggil orang tuanya dong!" "Gawat, dia mulai tenggelam", kata si D sambil menunjuk kepada si anak. Tiba-tiba, "byuuurrrr." Salah seorang anggota ketupat melompat ke dalam kolam dan menolong sang anak dan membawanya ke pinggir kolam. Selamatlah dia dari ancaman maut. "Wow, siapa itu yang menolong?", tanya si E antusias. Ternyata dia bernama "Agapao", anggota ketupat yang sejak tadi belum bersuara dalam diskusi kasih, namun telah mempraktikkan kasih yang nyata. Kasih itu sesungguhnya adalah 'kata kerja' yang aktif dan dinamis. Bukan kata benda yang pasif dan mati.
Alkitab menyaksikan bahwa kasih Allah menjadi nyata ketika diberikanNya Anak-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus, menjadi pendamaian bagi dosa-dosa kita (baca: 1Yoh. 4:9-10). Demikianlah setiap orang kepunyaan Allah juga diperintahkan untuk mengasihi dengan kasih yang sudah diterima dari Allah. Yakni kasih yang aktif, dinamis, yang rela memberi bahkan berani berkorban, yang berani mengamnbil resiko, berani membayar harga yang mahal. Rasul Yohanes menuliskan, "Di dalam kasih tidak ada ketakutan; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1Yoh. 4:18). Adakah sesuatu yang menghalangi Anda mempraktikkan cinta kasih dari Kristus untuk membangun, melayani, dan menlong orang lain? Kalahkan kekuatiran, ketakutan, dan keraguan Anda sekarang juga! Dan mulailah mengasihi secara nyata dan secara maksimal.
4. Fleksibel
Seorang yang sukses adalah seorang yang dapat membaca situasi, kondisi, dan tantangan dengan sigap. Selain itu ia dapat segera mengadaptasi, mengubah kondisi dan mengantisipasi segala hal dengan baik pula. Bagi dia perubahan itu baik, bukan menakutkan, asalkan sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Sesungguhnya orang percaya yang sudah ditebus Kristus akan menampakkan "perubahan" yang dikerjakan oleh kuasa Roh Kudus dalam dirinya yang mengubahnya ke arah yang baik, benar, dan adil. Inilah yang disebut dengan "proses pengudusan." Selain itu dia juga berfungsi sebagai "agen perubahan" yang membawa dampak yang positif – baik, benar, dan adil bagi lingkungan dan sesamanya. Namun bukan secara paksa, melainkan secara fleksibel, yaitu: dengan arif, kreatif, efektif, dan produktif, tanpa harus mengorbankan Firman Tuhan (kebenaran) yang mutlak dan tidak berubah.
Fleksibel tidak sama dengan kompromi. Orang yang feksibel adalah orang toleran – artinya dia dapat menerima perbedaan pendapat dan perbedaan lainnya dari orang lain. Dia menghargai perbedaan, namun tidak harus menjadi "serupa" dengan orang lain. Orang yang kompromis adalah orang yang tidak memiliki pendirian dan prinsip kebenaran. Dia berubah-ubah sesuai "arus" yang ada. Dia bersedia menjual 'kebenaran' untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Orang yang fleksibel jelas harus toleran, namun tidak menjadi kompromis.
Coba perhatikan contoh cerita di bawah ini. Suatu kali seorang pejabat mencari seorang sekretaris pribadi yang akan membantu dalam menjalankan tugas-tugasnya. Datanglah tiga pelamar yang mendaftarkan diri. Lalu diadakanlah wawancara. Si A masuk ke kantor sang pejabat. Lalu kepadanya diajukkan sebuah pertanyaan: "Berapa dua dikali dua?" Si A menjawab tegas dan sigap: "Empat pak!" Sang pejabat berkata dalam pikirannya: "Wah, orang ini tegas dan berwibawa, dia tidak bisa diajak kompromi. Pasti kelak akan merepotkan saya." Lalu dia berkata kepada A: "Kamu tidak diterima, keluarlah!" Lalu masuklah B dan ditanyakan pertanyaan yang sama: "Berapa dua dikali dua?" B berpikir sebentar: "Tadi A jawab empat tidak diterima." Kemudian dia menjawab: "Tiga pak!" Sang pejabat berkata dalam hatinya: "Wah, ini manusia licik, saya kelak bisa ditipunya!" Kemudian dia berkata kepada B: "Kamu tidak diterima, pulanglah!" Akhirnya masuklah si C. Ditanyakan pertanyaan yang sama. C berkata dalam hatinya: "A jawab empat ditolak, B jawab tiga juga ditolak." Lalu dia menjawab pejabat itu: "Terserah bapak sajalah. Asal bapak senang!" Sang pejabat berkata dalam hatinya: "Ini yang saya cari!" Akhirnya si C yang diterima.
Inilah salah satu contoh dunia kita sekarang. Dunia yang tidak mengenal Allah ingin kehidupan yang kompromistis, yang tanpa ukuran absolut, yang bisa sesuka-sukanya. Orang-orang sedemkian nampaknya seperti sukses, namun sesungguhnya sedang menuju ke lobang kegagalan yang mengerikan. Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa seluruh hidup kita adalah milik Kristus, bukan milik sendiri atau milik dunia. Sebab itu kita tidak bisa sembarangan dengan hidup ini. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1Kor. 6:19-20). Istilah "tubuh" di sini sama dengan seluruh aspek dalam hidup ini. Konsep yang sama diajukan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Rm. 12:1-2). Perubahan yang dimaksudkan di sini tentunya perubahan dalam kerangka dan pagar "kehendak Allah" yaitu yang baik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Fleksibilitas yang membuat seseorang semakin mencerminkan refleksi hidup dan pelayanan Kristus.
5. Pantang Putus Asa:
Pantang berputus asa adalah sebuah karakter yang amat penting, berharga, dan amat menentukan dalam perjalanan sukses di dunia dan di akhirat. Suatu karakter yang percaya sepenuhnya kepada karya Allah yang Maha Baik dan Maha Bijaksana. Mereka yang sukses hari ini adalah mereka yang tetap bangun lagi setelah terpukul, terjatuh, dan gagal. Bagi mereka kegagalan atau kejatuhan senantiasa dilihat sebagai "jalan baru" menuju sukses, atau sebagai "batu lompatan" menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Bukan sebagai "batu sandungan" yang menjatuhkan dan mendatangkan keterpurukan tanpa dapat bangkit kembali. Bukan! Sebaliknya sebagai "alat pendidikan" yang mengajar dan menolongnya agar bisa maju dan sukses dengan lebih gemilang secara progresif dan dinamis. Orang yang pantang berputus asa tahu bahwa Allah akan memberikan kekuatan baru dan berkat baru sesuai dengan janji-Nya di dalam segala situasi dan kondisi. Walaupun menurut ukuran manusia, hal itu kurang menguntungkan, namun dengan mata iman dia melihat bahwa Allah dapat mengubahnya 180 derajat hingga menjadi sesuatu yang indah, baik, dan berhasil.
Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup, dinamis, dan terus bekerja tanpa henti untuk membentuk anak-anak-Nya agar semakin menyerupai Kristus dalam seluruh aspek hidup dan pelayanan kita demi menjadi kemuliaan bagi NamaNya dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dia tidak pernah menjanjikan bahwa seluruh proses perjalanan itu akan mulus, lancar, tanpa tantangan dan kesulitan. Tidak, melainkan dia menjanjikan untuk terus 'menambahkan energi-Nya' demi mendatangkan kebaikan bagi anak-anakNya. Perhatikan tulisan rasul Paulus, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara." (Roma 8:28-29). Ungkapan kunci dalam ayat diatas adalah, "Allah turut bekerja." Hal ini tidak berarti Allah turut mendatangkan penderitaan, kejatahan, dan kesulitan bila hal itu menimpa. Tidak! Karena pada diri Allah hanya ada natur kebaikan, kasih, dan kesucian. Segala yang jahat datangnya dari Iblis dan perbuatan dosa manusia. "Allah turut bekerja" berarti "Allah akan menambahkan energi-Nya" – kuasa-Nya, hikmat-Nya, karya-Nya, dan kasih-Nya – untuk mengubah yang tidak baik, yang gagal, yang terjatuh, dan penderitaan, dan kesusahan lainnya menjadi "kebaikan" bagi anak-anak-Nya yang mengasihi Dia. Ungkapan kedua yang penting dalam ayat diatas adalah "menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya." Ini menjadi tujuan akhir yang akan dicapai dlaam proses perjalanan hidup dan pelayanan orang-orang yang percaya. Mereka yang ingin hidup dan pelayanannya sukses di dunia dan dia akhirat akan berpegang teguh kepada janji Tuhan diatas untuk memimpin seluruh hidupnya.