Tidak ada yg salah dengan kemakmuran yg dapat dinikmati dalam pelayanan. Tercapainya keberhasilan akademis, sehat, popularitas kepemimpinan, kekayaan material yg kokoh adalah kompensasi yg wajar dari prestasi keberhasilan dalam pelayanan. Namun menjadi seorang hamba Tuhan seharusnya berorientasi pada habitatnya sebagai hamba (budak/doulos). Orang yg mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa syarat dan tidak punya HAK apapun atas diri sendiri. Namun sering kali bukti kerja keras , upaya kesalehan yg dibangun bahkan pengorbanan kita sebagai hamba Tuhan mengubah derajat karakter kita sebagai orang yg BERHAK mendapatkan AWARD yg ideal bahkan tidak sepantasnya diperlakukan oleh keadaan, orang atau Tuhan dengan kondisi yg menyedihkan.
Kerajaan kenyamanan sering kita dirikan sebagai tuntutan kontribusi atas upaya-upaya logis dari pelayanan yg sudah kita kerjakan, sebagai hasilnya: KENYATAAN menjadi bertabrakan dengan HARAPAN.
Inilah realita pergumulan yg kita hadapi dalam menyatakan spiritualitas iman kepada Allah